Mengenal Elektromiografi (EMG)

Kata elektromiografi mungkin sangat asing di telinga kita. Elektromiografi atau yang biasa disingkat dengan EMG memang bukan istilah populer di khalayak ramai. Namun, EMG sesungguhnya sangat populer bagi para praktisi kesehatan dan mungkin olahragawan. Tulisan ringan ini akan memperkenalkan EMG serta pemanfaatannya.

EMG adalah sebuah proses deteksi, analisis dan pemanfaatan sinyal listrik yang berasal dari kontraksi otot (C. De Luca, 2006). Sinyal yang diperoleh disebut dengan elektromiogram atau sinyal mioelektrik (Khushaba, 2010). EMG banyak dimanfaatkan untuk proses rehabilitasi penyandang disabilitas, baik karena amputasi ataupun karena sebab lain seperti stroke. Selain itu, EMG juga dimanfaatkan oleh pusat-pusat kebugaran untuk menganalisis kebugaran atlet melalui informasi yang terekam dari sinyal otot seorang atlet.

Bagaimanakah Pembangkitan Sinyal Listrik Otot?

Mekanisme pembangkitan sinyal listrik di dalam otot sangat terkait dengan konsep motor unit atau unit motorik. Motor unit (MU) di dalam sebuah sistem saraf pusat secara sederhana dijelaskan oleh Gambar 1. Sistem saraf pusat tersusun dalam tingkatan-tingkatan. Bagian korteks mengirimkan sinyal ke spinal cord (medula spinalis). Spinal cord kemudian meneruskan sinyal tersebut ke motorneuron (sel saraf motorik) yang ada di otot. Perlu diketahui bahwa motorneuron bersama-sama dengan serat-serat otot membentuk MU. Oleh karena itu, ketika motorneuran diaktifkan oleh sinyal dari spinal cord, serat-serat otot akan diaktifkan pula untuk menghasilkan gerakan yang sesuai dengan perintah otak.

Jumlah MU dalam sebuah otot berbeda-beda berkisar dari 100 sampai 1000 buah. Selain itu, gaya yang dihasilkan oleh setiap MU juga bervariasi dan berbeda satu sama lain. Bahkan, perbedaannya bisa mencapai 100 kali lipat atau lebih (Moritani dkk., 2005). Sumber dari sinyal EMG adalah potensial aksi dari MU yang dikenal dengan motor unit action potential (MUAP), yang dibangkitkan selama kontraksi otot. Jumlah MUAP yang diaktifkan terjadi tidak serempak. MUAP inilah yang ditangkap oleh elektrode-elektrode yang diletakkan pada permukaan kulit untuk menangkap sinyal EMG (Criswell, 2010).

elektromiografi

Gambar 1Mekanisme pembangkitan gerakan otot (Moritani dkk., 2005).

Karakteristik Sinyal EMG

Sinyal EMG adalah sinyal acak atau stokastik yang amplitudonya berkisar dari 0 sampai 1,5 mV (rms = root mean square) atau 0 ke 10 mV (puncak-ke-puncak) dengan rentang frekuensi antara 0 – 500 Hz. Yang perlu diperhatikan dalam sinyal EMG adalah kehadiran noise yang berada pada rentang frekuensi 50 – 150 Hz (C. J. De Luca, 2002). Noise bisa muncul dari berbagai sumber seperti noise internal dari komponen listrik, pergerakan artefak, ketidakstabilan sinyal, dan noise lingkungan sekitar.

Akuisisi Sinyal EMG

Sinyal EMG bisa diperoleh dengan dua cara, melalui penanaman elektrode dan tanpa penanaman elektrode di dalam tubuh pasien. Elektrode yang ditanam memberikan sinyal yang lebih baik dan langsung dari sumber otot yang diinginkan. Namun, proses pemasangannya harus melalui operasi bedah sehingga kurang disukai dan dihindari. Elektrode yang tidak ditanam atau diletakkan di permukaan lebih banyak digunakan. Hanya saja, sinyal yang diperoleh tidak sebagus yang ditanam serta sering kali dipengaruhi oleh sinyal dari otot-otot yang di sekitarnya atau dikenal dengan crosstalk. Untuk diskusi selanjutnya, kita hanya memfokuskan pada sinyal EMG yang diperoleh dari permukaan kulit atau dikenal dengan surface EMG. Untuk mendapatkan sinyal EMG, perlu dilakukan desain sistem yang tepat yang mempertimbangkan noise yang mungkin terjadi, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.

Noise bisa terjadi pada semua tahapan dari proses akuisisi. Padahal, proses akuisisi data diupayakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan sinyal EMG yang mengandung sebanyak mungkin informasi dengan seminimal mungkin noise. Satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi noise, khususnya dari radiasi listrik pada frekuensi 50 atau 60 Hz, adalah menggunakan penguat beda (differential amplifier). Hal ini dilakukan dengan menggunakan dua elektrode dari dua lokasi yang berbeda (C. J. De Luca, 2002). Ide dari penguat beda ini adalah membuang sinyal yang sama dari dua elektrode dan menguatkan beda sinyal dari keduanya. Sinyal yang sama mewakili sinyal yang berasal dari lokasi yang jauh dari pendeteksian sinyal, sedangkan beda sinyal mewakili area langsung dari permukaan yang dideteksi. Jadi, sinyal EMG lokal akan dikuatkan dan noise karena daya listrik yang jauh akan dibuang.

gmbar2elektromiografi

Gambar 2. Instrumentasi data untuk sinyal EMG (Criswell, 2010).

Selain noise akibat daya listrik, noise yang disebabkan oleh pergerakan peralatan/artefak juga sangat mungkin terjadi selama pengambilan data. Ada dua sumber utama noise ini, yaitu dari pergerakan kabel yang menghubungkan elektrode dan penguat, dan elektrode dengan permukaan. Noise ini biasanya berada pada rentang frekuensi 0 sampai 20 Hz. Noise jenis ini dapat dikurangi dengan perancangan peralatan elektronika yang baik. Selain itu, sebuah band-pass filter dapat ditambahkan di akhir sistem akuisisi data untuk mendapatkan sinyal EMG yang berada pada kisaran frekuensi 20 – 500 Hz.

Demikianlah perkenalan singkat tentang sinyal elektromiografi / EMG. Bagaimanakah pemanfaatan sinyal EMG ini? Insya Allah akan dibahas pada tulisan mendatang. Semoga bermanfaat.


Referensi:

Criswell, E. (2010). Cram’s introduction to surface electromyography. 2nd ed: Jones & Bartlett Publishers.

De Luca, C. (2006). Electromyography Encyclopedia of Medical Devices and Instrumentation: John Wiley & Sons, Inc.

De Luca, C. J. (2002). Surface electromyography: Detection and recording. DelSys Incorporated, 10, 2011.

Khushaba, R. (2010). Application of Biosignal-Driven Intelligent Systems for Multifunction Prosthesis Control. University of Technology, Sydney.

Moritani, T., Stegeman, D., & Merletti, R. (2005). Basic Physiology and Biophysics of EMG Signal Generation Electromyography (pp. 1-25): John Wiley & Sons, Inc.

 


Penulis:

Khairul Anam, staf pengajar Teknik Elektro Universitas Jember (UNEJ) yang sedang mengambil studi S3 di University of Technology, Sydney (UTS) dengan topik Bio-signal processing for rehabilitation.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *