Mengurangi Risiko Bencana Longsor

Dalam beberapa waktu terakhir ini terjadi lagi bencana longsor di beberapa tempat di Indonesia. Salah satunya di Banjarnegara, tepatnya di Desa Clapar, Kecamatan Madukara pada tanggal 24 Maret 2016, pukul 19:00. Longsor susulan terjadi pukul 01:30 dini hari dan 06:00 pagi di tanggal 25 Maret 2016. Akibat longsor ini beberapa rumah rusak, dan sekitar 158 penduduk mengungsi.

Kejadian yang sama terjadi pada tanggal 12 Desember 2014 di kabupaten yang sama dengan jumlah kerusakan dan korban yang jauh lebih besar lagi. Menurut data BNPB, bencana tersebut mengakibatkan korban jiwa 99 orang meninggal, 11 orang hilang, puluhan rumah rusak, dan 2038 warga mengungsi. Selain itu, ada pula bencana longsor di Jombang pada tanggal 28 Januari 2014, dengan korban 14 orang meninggal dunia, 60 mengungsi, dan beberapa rumah tertimbun tanah. Dari data BNPB masih banyak sekali kejadian tanah longsor di Indonesia, dengan korban yang bervariasi.

Bencana longsor terjadi dikarenakan daya dorong tanah melebihi daya untuk menahan tanah tersebut. Di antara yang mempengaruhi keduanya adalah kemiringan tanah, beban tanah, vegetasi/tanaman yang tumbuh di atasnya, serta tingkat kepadatan tanah sehingga dari sisi struktur tanah dan bentuk permukaan tanah banyak daerah di Indonesia yang berpotensi tanah longsor. Hal ini dikarenakan banyaknya perbukitan dan pegunungan di Indonesia.

Terdapat beberapa penyebab tanah longsor. Pertama adalah curah hujan yang tinggi. Air hujan jatuh akan masuk ke pori-pori tanah. Pori-pori tanah ini terbentuk karena penguapan air pada musim kemarau. Semakin tinggi kandungan air pori tanah, semakin berpotensi untuk terjadinya longsor di daerah lereng. Tanah yang berpori-pori besar bahkan dapat retak dan sangat berpotensi untuk longsor.

Penyebab kedua adalah minimnya tanaman pelindung. Tanaman pelindung ini selain berfungsi sebagai “kanopi” juga untuk pengikat tanah. Ketiadaan tanaman ini biasanya disebabkan oleh pengubahan fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman.

Penyebab ketiga adalah faktor alami karena bidang yang diskontinu. Bidang yang diskontinu merupakan bidang yang tidak berkesinambungan pada lereng. Bentuk lereng seperti ini mudah sekali mengakibatkan tanah longsor.

Mengurangi Risiko Bencana

Ada beberapa hal penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang dikategorikan menjadi dua poin utama. Pertama, adalah usaha untuk mengurangi potensi bencana tanah longsor dan kedua adalah usaha untuk mengurangi risiko jika bencana terjadi.

Beberapa usaha dapat dilakukan untuk mengurangi potensi bencana tanah longsor. Pertama, menanami kembali lahan miring yang sudah dijadikan lahan pertanian. Kedua, pembuatan terasering terhadap lahan miring juga sangat penting. Di antara fungsi terasering adalah untuk menambah stabilitas lereng, memperlambat aliran air, serta memperkecil kemiringan air. Ketiga, pembuatan sistem drainase yang baik di lereng-lereng, sehingga air di lereng dengan mudah hilang dari lereng. Keempat, membuat penahan gerakan tanah lereng berupa jangkar atau pilling.

Sedangkan untuk mengurangi resiko bencana, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, pemetaan daerah rawan bencana longsor. Peta rawan bencana longsor ini sangat diperlukan sebagai dasar bagi pemerintah untuk menjalankan program-program terkait dengan mitigasi bencana dan untuk menjadi perhatian warga sekitar agar meningkatkan kewaspadaan. Jika sudah diidentifikasi bahwa pemukiman betul-betul tidak aman lagi dari bahaya longsor, warga diajak untuk pindah atau melakukan relokasi. Di sinilah dibutuhkan kearifan semua pihak, baik warga maupun pemerintah untuk mendapatkan solusi relokasi yang terbaik, syukur-syukur warga aktif mencari lokasi yang aman untuk tempat tinggal.

Kedua, melakukan program-program dalam rangka mendukung mitigasi bencana. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah pendidikan dan latihan untuk masyarakat terkait peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang mitigasi bencana tanah longsor, pembuatan jalur evakuasi, serta persiapan peralatan yang diperlukan.

Ketiga, membangun instrumen untuk peringatan dini bencana longsor. Instrumen ini sangat penting agar warga bersiap sejak awal sebelum terjadinya bencana.

Peran Teknologi

Teknologi juga sangat berperan untuk mengurangi risiko kerugian tanah longsor. Pertama, sistem informasi pemetaan daerah bencana. Sistem informasi ini sangat bermanfaat bagi masyarakat maupun pemerintah. Masyarakat dengan mudah mengakses tempat-tempat yang rawan terhadap bencana. Dengan demikian, bagi yang belum punya tempat tinggal, warga bisa memilih daerah yang aman bencana. Bagi yang tempat tinggalnya diidentifikasi rawan bencana, warga punya persiapan-persiapan khusus untuk mengurangi risiko bencana.

Kedua, teknologi sebagai peringatan dini. Dalam konteks bencana tanah longsor, prinsip kerja teknologi ini adalah dengan memasang sensor di daerah potensi longsor dekat pemukiman. Sensor ini dapat mendeteksi jika terjadi pergerakan tanah walaupun pergerakan tersebut sangat kecil karena terkadang warga tidak mengetahui pergerakan tanah di lereng yang pada awalnya kecil ini. Kemudian, informasi pergerakan tanah ini bisa menjadi peringatan dini warga sebelum kejadian pergerakan tanah yang besar terjadi. Jika warga sudah mendapatkan peringatan dini terkait gejala-gejala yang terdeteksi sebelum kejadian longsor, warga akan bisa menyelamatkan diri serta menyelamatkan barang yang dianggap penting dan berharga.

Kejadian longsor 12 Desember 2014 menjadi pelajaran penting, betapa banyak warga menjadi korban karena ketiadaan peringatan dini ini. Di samping itu betapa banyak juga barang penting dan berharga yang tertimbun tanah longsor. Kendalanya adalah kita mudah lupa dengan bencana, ketika terjadi bencana, merasakan betapa penting peralatan tersebut, namun dengan berjalannya waktu, kita sudah merasa aman dari bencana tersebut. Mitigasi pascabencana sangat diperlukan, dalam rangka untuk membantu saudara kita yang terkena bencana. Sementara itu, mitigasi prabencana diperlukan untuk mengurangi risiko bencana, bahkan boleh jadi untuk mencegah terjadinya bencana.

Selain usaha di atas, tentu kedekatan dan ketaqwaan kita kepada Alloh Ta’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa akan semakin menjauhkan dan menghindarkan kita dari bencana.

Penulis: Tito Yuwono, Pengajar Teknologi Mitigasi Bencana di Jurusan Teknik Elektro UII dan Pengurus Ristek KIPMI (kipmi.or.id)

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *