Rincian Hukum Ucapan Cerai Dari Suami
Para pembaca sekalian, pada asalnya jangan mudah berpikir untuk cerai! Karena bermudah-mudah untuk cerai atau bermudah-mudah mengompori orang lain untuk cerai, ini adalah ajakan setan. Bahkan prestasi setan yang paling dibanggakan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ على الْمَاءِ، ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ منه مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فيقول: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فيقول: ما صَنَعْتَ شيئا، قال ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فيقول: ما تَرَكْتُهُ حتى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ، قال: فَيُدْنِيهِ منه، وَيَقُولُ: نِعْمَ أنت فَيلتَزمُهُ
“Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian ia mengutus para tentaranya. Tentara iblis yang paling bawah adalah yang paling besar fitnah (kerusakan) nya. Salah satu tentara iblis berkata: saya telah melakukan ini dan itu. Maka iblis mengatakan: kamu belum melakukan apa-apa. Kemudian tentara iblis yang lain datang dan berkata: Aku tidak meninggalkan seseorang kecuali setelah ia berpisah dengan istrinya. Maka tentara iblis ini pun didekatkan kepada iblis. Lalu iblis berkata: kamulah yang terbaik, teruslah lakukan itu” (HR. Muslim no. 2813).
Maka orang yang mudah berpikir untuk cerai ketika melihat kekurangan pasangan, sebenarnya ia telah termakan bisikan setan.
Namun jika suami mengucapkan cerai maka perlu dirinci keadaannya:
1. Suami mengucapkan cerai secara lugas
Jika suami mengucapkan kata “cerai” atau “talak” atau semisalnya dengan lugas dan tegas, maka jatuh cerai walaupun hanya bergurau. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة
“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju’” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan, “Cerai itu jatuh ketika suami mengucapkan kata yang bermakna cerai, baik berupa kata yang sharih (lugas) yang tidak dipahami makna lain selain cerai. Seperti lafaz “talak” atau yang semakna dengannya” (Minhajus Salikin wa Taudhihul Fiqhi fid Din, hal 210).
2. Suami mengucapkan cerai dengan kata kiasan
Ketika suami mengucapkan kata cerai dengan kalimat kiasan, seperti : “kita sampai di sini”, “cukup sampai di sini”, “pulang saja ke rumah orang tuamu”, “kita sudah tidak cocok lagi”, “kita putus saja” atau semisalnya, maka belum jatuh cerai sampai dipastikan dan diklarifikasi kepada suami apa niatnya mengucapkan perkataan tersebut. Jika suami mengatakan demikian dengan maksud untuk menceraikan, maka jatuh cerai. Namun jika tidak demikian, melainkan sekedar untuk menggertak atau mengancam misalnya, maka tidak jatuh.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan, “(atau cerai bisa jatuh) dengan lafaz kinayah (kiasan). Jika ia benar-benar memaksudkan demikian atau ada indikasi kuat bahwa perkataannya memang bermaksud menceraikan” (Minhajus Salikin wa Taudhihul Fiqhi fid Din, hal 210).
3. Suami menceraikan secara mu’allaq
Yaitu seorang suami berkata kepada istrinya bahwa ia akan menceraikannya jika ia melakukan suatu perbuatan tertentu. Ini disebut sebagai ucapan cerai yang mu’allaq.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan: “Jika seorang suami mengatakan kepada istrinya: “kamu saya ceraikan jika melakukan perbuatan ini dan itu”, maka ada 2 keadaan:
Pertama, perkataan tersebut benar-benar dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika sang istri melakukan perbuatan yang disebutkan. Maka yang semisal ini sudah jatuh talak. Jika sebelumnya sudah terjadi 2 kali talak, maka ini menjadi talak ba’in (talak 3). Namun jika sebelumnya belum terjadi 2 kali talak maka ini terhitung satu talak. Maka jika ia mengatakan: “kamu saya talak jika kamu bicara pada si Fulan”, atau “kamu saya talak jika tidak melakukan perbuatan A”, atau “kamu saya talak jika mengunjungi si Fulan”, atau yang semisal itu, dan benar-benar niatnya untuk menjatuhkan talak jika sang istri melakukannya, maka jatuh satu talak.
Kedua, adapun jika maksudnya sekedar melarang sang istri atau mengancamnya namun tidak benar-benar bermaksud menceraikannya, namun sekedar melarangnya untuk melakukan suatu perbuatan dengan mengatakan: “kamu saya talak jika berbicara dengan si Fulan atau jika masuk ke rumah si Fulan” atau yang semisalnya, yang maksudnya adalah untuk melarang dan mengancam, tidak diniatkan untuk menjatuhkan talak atau untuk bercerai dengannya, maka ini dianggap sebagai yamin (sumpah). Hukumnya sebagaimana hukum yamin (sumpah) menurut pendapat yang rajih (kuat) dari dua pendapat ulama. Sehingga wajib bagi suami untuk membayar kafarah yamin (kafarat sumpah), yaitu memberi makan 10 orang miskin atau memberikan mereka pakaian. Setiap mereka diberi makanan setengah sha’ berupa kurma atau beras atau yang sesuai dengan makanan pokok negerinya. Sebanyak setengah sha’, atau sekitar 1,5 kg. Intinya untuk kasus ini berlaku kafarah yamin (Mauqi’ Ibnu Baz, http://bit.ly/2xguu8k).
4. Cerai dalam keadaan marah
Suami yang menceraikan istrinya dalam keadaan marah maka tetap jauh cerainya, kecuali jika suami marah sampai level kehilangan akalnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
لا طلاقَ ولا عَتاقَ في غَلاقٍ
“Tidak ada talak dan tidak ada pembebasan budak dalam keadaan tertutupnya akal” (HR. Abu Daud no.2193, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz menjelaskan, “Jika talak terjadi ketika anda di puncak kemarahan, dan hilang kesadaran, sampai ia tidak bisa mengendalikan dirinya, maka tidak jatuh talak” (Fatawa At-Talaq, hal. 19).
Namun jika marah dan masih ada kesadaran, maka cerai tetap jatuh. Dan umumnya cerai itu dijatuhkan dalam keadaan marah. Andaikan kondisi marah tidak membuat cerai jatuh, maka hampir-hampir tidak ada cerai yang jatuh. Namun yang tidak jatuh cerai adalah ketika marah dalam keadaan akal tertutup.
Wallahu a’lam.
Software Engineer di Rendact.com, alumni S1 Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Alumni dan pengajar Ma’had Al Ilmi Yogyakarta.