Sasaran Mutu Sekolah Islam
Hari-hari ini merupakan hari sibuk orang tua dalam rangka mencarikan sekolah bagi putra-putrinya. Mau sekolah di mana atau mau lanjut ke mana. Ketika memilih sekolah, yang pertama dilihat oleh orang tua tentunya adalah visi sekolah. Hal ini dikarenakan visi sekolah akan menentukan mau “dibawa” ke mana anak kita. Sekolah yang mempunyai visi penanaman akidah yang baik yang kita pilih sehingga berbuah pada anak cinta ibadah dan berakhlak baik. Pertimbangan kedua adalah terkait dengan tempat atau lokasi anak sekolah. Tempat yang dekat dengan rumah adalah sebuah pilihan. Tetapi, pertimbangan visi sekolah mestinya lebih diutamakan daripada lokasi sekolah.
Pertimbangan lain bagi orang tua ketika mencarikan sekolah anak adalah target-target yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan tersebut, baik melalui brosur ataupun website. Orang tua yang akan menyekolahkan anaknya tentu sudah membayangkan bahwa anaknya nanti bisa lulus sebagaimana yang ditawarkan di brosur. Target yang ditawarkan melalui brosur seperti itu jika diistilahkan di dunia manajemen mutu adalah sasaran mutu.
Ketika institusi sudah mempunyai sasaran mutu, hendaklah berkomitmen mencapai sasaran mutu tersebut. Apa akibatnya jika sasaran mutu tidak tercapai atau jauh dari yang ditargetkan? Tentu stakeholder terutama orang tua dan anak akan kecewa. Pada akhirnya orang tua merasa tidak puas dengan hasil proses pembelajaran di institusi tersebut.
Konsep Penyusunan Sasaran Mutu
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan sasaran mutu adalah bahwa sasaran mutu tersebut bersifat specific, measurable, relevant, reasonable, dan well-timed. Mari kita bahas satu per satu.
Pertama, sasaran mutu bersifat specific, maknanya sasaran mutu tersebut harus fokus, bukan sesuatu yang umum. Sebagai contoh, dalam konteks sekolah Islam, kualitas lulusan harus baik dari sisi agama maupun dari sisi akademis.
Kedua, sasaran mutu bersifat measurable, artinya bisa diukur. Jika sasaran mutu tidak bisa diukur, nanti akan kesulitan menentukan berhasil atau tidaknya sebuah institusi. Dengan konsep sasaran mutu yang terukur, institusi akan dengan mudah memonitor dan mengevaluasi ketercapaian sasaran mutunya.
Ketiga, achievable, artinya dapat dicapai. Sasaran mutu bukan untuk gagah-gagahan, tetapi betul–betul sebuah target yang dapat dicapai. Untuk penetapan sasaran mutu yang pertama kali, bisa melalui referensi institusi lain.
Sasaran mutu juga harus relevant dan reasonable. Relevant berarti sasaran mutu terkait dengan tanggung jawab pokok institusi. Reasonable bermakna punya alasan yang kuat kenapa poin sasaran mutunya adalah hal tersebut serta targetnya adalah sekian dan sekian. Beberapa yang menjadi pertimbangan adalah sumber daya yang ada dan kualitas siswa yang masuk. Maka, tidak mengherankan beberapa institusi yang punya sasaran mutu terkait dengan hafalan Quran, salah satu ujian masuknya adalah tes kemampuan menghafal Quran.
Terakhir, sasaran mutu harus bersifat well-timed. Ini artinya pencapaian sasaran mutu tersebut terjadwal dengan baik.
Berikut beberapa contoh Sasaran Mutu:
-
90% lulusan mempunyai nilai akhlaq di atas 8
-
90% lulusan mempunyai nilai aqidah di atas 8
-
90% lulusan hafal juz 30 beserta artinya
-
80% lulusan mempunyai nilai rata-rata UN di atas 8
Dikomunikasikan dan dikawal
Yang tak kalah penting terkait dengan sasaran mutu adalah bahwa sasaran mutu dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks sekolah, sasaran mutu dikomunikasikan dengan guru, tenaga kependidikan, siswa dan orang tua sehingga semuanya bisa bekerja sama dan bersinergi untuk mencapai target tersebut.
Ketercapaian sasaran mutu harus selalu dievaluasi. Evaluasi merupakan salah satu ruh dari penjaminan mutu. Dengan adanya evaluasi ini, kita mengetahui hasil kinerja kita. Di samping itu, jika tidak memenuhi target, kita berusaha mencari akar permasalahan dan tindak lanjut perbaikan berkelanjutan.
Terkadang institusi tidak berani mengevaluasi ketercapaian sasaran mutu karena takut dianggap tidak berhasil atau kurang berhasil dalam penyelenggarakan pendidikannya. Ini merupakan sikap yang sangat menghambat kemajuan institusi. Pimpinan institusi semestinya bersikap positif terhadap evaluasi karena ini merupakan asas perbaikan berkelanjutan. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita dalam mencetak generasi yang shalih.
Penulis:
Tito Yuwono, Pengurus Ristek KIPMI, Dosen Jurusan Teknik Elektro dan Kabid Audit Mutu Internal Badan Penjaminan Mutu (BPM) UII.