Adab-Adab Terhadap Pegawai (Bagian 2)
6. Tidak memberikan pekerjaan melebihi batas
Seorang bos atau juragan tidak boleh membebani pegawainya dengan pekerjaan yang melebihi batas sehingga ia sangat kelelahan atau berada dalam bahaya. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad I/313 No. 2867, dan Ibnu Majah No. 2431).
Dari Abu Hurairah dan Abu Dzar radhiallahu’anhuma, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda tentang hak budak:
للمملوكِ طعامُه وكسوتُه بالمعروفِ ولا يُكلَّفُ من العملِ ما لا يطيقُ
“Budak berhak mendapatkan nafkah makanan dan nafkah pakaian secara makruf. Dan tidak boleh ia dibebani dengan pekerjaan yang ia tidak sanggupi.” (HR. Muslim No. 1662).
Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan hadits ini:
ولا يجوز له أن يؤدبه بعمل لا يطيقه، وهو ما يشق عليه، ويقرب من العجز عنه لحديث أبي ذر رضي الله عنه المتقدم؛ ولأن ذلك يضر به ويؤذيه، وهو ممنوع من الإضرار به
“Tidak boleh seorang tuan menghukum budaknya dengan pekerjaan yang tidak ia sanggupi sehingga membuat ia kesusahan atau sampai membuat ia lemas berdasarkan hadits Abu Dzar yang barusan karena hal itu akan membahayakannya dan mengganggunya. Padahal, tidak boleh memberikan bahaya kepadanya” (Al Mughni, 11/436).
Syaikh Abdullah Ath Thayyar juga menjelaskan:
يحرم أن يكلف السيد مملوكه ما لا يطيقه وهو كل عمل يشق عليه ويقرب من العجز عنه (٣)؛ لحديث أبي ذر المتقدم: “ولا يكلف من العمل ما لا يطيق”، ولعموم حديث أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: “لا ضرر ولا ضرار من ضار ضاره الله ومن شاق شاق الله عليه”
“Haram hukumnya seorang tuan membebani budaknya dengan pekerjaan yang tidak ia sanggupi, yaitu semua pekerjaan yang membuat ia kesusahan atau membuat ia lemas. Berdasarkan hadits dari Abu Dzar barusan, ‘Tidak boleh ia dibebani dengan pekerjaan yang ia tidak sanggupi.‘ Dan juga berdasarkan keumuman hadits Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, ‘Tidak boleh membiarkan bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain, siapa yang membahayakan orang lain, Allah akan memberi ia bahaya, siapa yang menyusahkan orang lain, Allah akan beri ia kesusahan.’ ” (Al Fiqhul Muyassar, 5/220).
Jika hamba sahaya atau budak saja tidak boleh dibebani pekerjaan yang melebihi batas, terlebih lagi pegawai. Padahal, hamba sahaya itu aset yang dimiliki oleh tuannya yang bisa diperintahkan untuk melakukan pekerjaan apapun. Itupun tidak boleh dibebani pekerjaan yang berlebihan. Maka, apalagi pegawai yang statusnya adalah orang yang disewa jasanya, bukan aset.
7. Menerapkan adab-adab sesama Muslim
Seorang bos atau atasan ia tetap wajib menunaikan hak-hak sesama Muslim terhadap pegawainya. Di antaranya:
a. Mengucapkan salam
b. Memenuhi undangannya
c. Mendoakan ketika bersin
d. Mengantarkan jenazah
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ، قِيل: مَا هُنَّ يَا رَسُول اللَّهِ؟ قَال: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ
“Hak sesama Muslim itu ada enam”. Para sahabat bertanya, “Apa saja wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Jika engkau bertemu dengan saudaramu, ucapkanlah salam kepadanya. Jika ia mengundangmu maka penuhilah. Jika ia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah ia. Jika ia bersin dan mengucapkan hamdalah, maka doakan ia dengan “yarhamukallah”. Jika ia sakit, maka jenguklah ia. Jika ia meninggal, maka antarkanlah jenazahnya.” (HR. Muslim No. 2162).
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
“Hak sesama Muslim ada lima: membalas salamnya, menjenguknya ketika ia sakit, mengikuti jenazahnya yang dibawa ke kuburan, memenuhi undangannya dan ber-tasymit ketika ia bersin.” (HR. Bukhari No. 1164, Muslim No. 4022).
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أَجِيبُوا الدَّاعِيَ، وَلا تَرُدُّوا الْهَدِيَّةَ، وَلا تَضْرِبُوا الْمُسْلِمِينَ
“Hendaknya kalian memenuhi undangan, dan jangan kalian menolak hadiah, dan jangan kalian memukul sesama Muslim” (HR. Ahmad No. 3838, Ibnu Hibban No. 5603, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ No. 158).
e. Tidak boleh mencela pegawai
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
ليسَ المؤمنُ بالطَّعَّانِ ولا اللَّعَّانِ ولا الفاحِشِ ولا البذَيُّ
“Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara jorok” (HR. Tirmidzi No. 1977, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah No. 320).
f. Tidak boleh merendahkan pegawai
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
لا تَحاسَدُوا، ولا تَناجَشُوا، ولا تَباغَضُوا، ولا تَدابَرُوا، ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ علَى بَيْعِ بَعْضٍ، وكُونُوا عِبادَ اللهِ إخْوانًا المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ، لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ، ولا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هاهُنا ويُشِيرُ إلى صَدْرِهِ ثَلاثَ مَرَّاتٍ بحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أنْ يَحْقِرَ أخاهُ المُسْلِمَ، كُلُّ المُسْلِمِ علَى المُسْلِمِ حَرامٌ، دَمُهُ، ومالُهُ، وعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim no. 2564).
8. Segera memberikan upahnya
Seorang bos atau atasan hendaknya segera memberikan upah kepada pegawainya ketika pegawainya selesai mengerjakan pekerjaan yang disepakati. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath Thalaq: 6).
Dalam ayat ini diperintahkan untuk memberi upah kepada wanita yang menyusui anak orang lain dengan upah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikan upahnya seorang pekerja sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah No. 2443, Al Baihaqi No. 11988, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil No. 1498).
Maksudnya “sebelum keringatnya kering” adalah bersegera memberikan upah ketika pekerjaan sudah selesai. Atasan yang menunda pemberian upah tanpa udzur, ia telah berbuat zalim. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alahi wasallam bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
“Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman” (HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564).
9. Memberikan hak-hak pegawai sesuai aturan ulil amri
Para bos dan atasan hendaknya menaati aturan dari ulil amri dalam masalah ketenagakerjaan dan hak-hak pegawai, terkait dengan besaran gaji, tunjangan, hak cuti, hak kesehatan dan lain-lainnya. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59} [النساء]
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian, ketika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).
Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
على المرء المسلم السمع والطاعة فيما أحب وكره إلا أن يؤمر بمعصية فإن أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة
“Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat kepada pemimpinnya baik dalam perkara yang ia sukai atau yang ia benci, kecuali jika ia memerintahkan suatu maksiat. Jika ia memerintahkan suatu maksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Muslim No. 1839).
10. Memberikan nasihat yang baik
Andaikan pegawai melakukan kesalahan atau pekerjaan yang kurang sesuai, hendaknya atasan dan bos memberikan nasihat dengan cara yang baik dan bijaksana. Dari Tamim ad-Dari radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ. قُلْنا: لِمَنْ؟ قالَ: لِلَّهِ ولِكِتابِهِ ولِرَسولِهِ ولأَئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وعامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum muslimin dan umat muslim seluruhnya.” (HR. Muslim, No. 55).
Menasihati seseorang dari kesalahannya pada hakikatnya adalah usaha untuk menolong dan menyayanginya. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا، قالوا: يا رَسُولَ اللَّهِ، هذا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا، فَكيفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قالَ: تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِه
“Tolonglah saudaramu yang zalim dan yang dizalimi.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami paham bahwa yang dizalimi mesti ditolong, tetapi bagaimana menolong orang yang zalim?” Beliau bersabda, “Tariklah tangannya (dari berbuat kezhaliman).” (HR. Bukhari, No. 2444).
Di antara adab dalam menasihati adalah tidak menasehati pegawai di depan umum. Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata:
تعمدني بنصحك في انفرادي . وجنبْني النصيحة في الجماعهْ .فإن النصح بين الناس نوع. من التوبيخ لا أرضى استماعهْ . وإن خالفتني وعصيت قولي. فلا تجزعْ إذا لم تُعْطَ طاعهْ
“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku, maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56).
Demikian beberapa adab-adab atasan yang hendaknya diterapkan kepada para pegawainya. Semoga Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita semua untuk menerapkan adab dan akhlak yang mulia.
Walhamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah.
Yulian Purnama
Software Engineer di Rendact.com, alumni S1 Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Alumni dan pengajar Ma’had Al Ilmi Yogyakarta.