Islam Dan Teknologi

Banyak orang yang mengesankan bahwa ajaran Islam itu terbelakang dan Islam anti terhadap teknologi. Apakah benar Islam anti teknologi? Dengan yakin kita jawab: tidak. Islam tidak menentang teknologi atau perkembangan teknologi. Bahkan Islam mendukungnya. Karena beberapa alasan berikut ini:

1. Teknologi perkara mubah

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَشَأْنُكُمْ، وَإِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَإِلَيَّ

“Jika itu perkara dunia kalian, maka itu urusan kalian. Jika itu perkara agama, maka itu urusanku” (HR. Ibnu Hibban no.22, dishahihkan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Shahih Ibnu Hibban).

Hadits ini menunjukkan bahwa perkara duniawi, termasuk teknologi, hukum asalnya mubah. Oleh karena itu para ulama menetapkan kaidah fiqhiyyah:

الأصل في المعاملات الحل والإباحة

“Hukum asal perkara muamalah adalah halal dan mubah”.

2. Perkembangan teknologi adalah nikmat

Allah ta’ala berfirman:

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً ۚ وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya” (QS. An Nahl: 8).

As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Maksudnya kamu tidak mengetahuinya apa yang akan Allah ciptakan pada masa-masa setelah diturunkannya Al Qur’an berupa kendaraan yang dikendarai oleh manusia di darat, laut, dan udara. Dan digunakan oleh mereka untuk berbagai kemanfaatan dan maslahat” (Tafsir As Sa’di).

Ayat ini mengisyaratkan akan adanya perkembangan teknologi transportasi. Dan hal tersebut disebutkan dalam ayat dalam konteks pengabaran tentang nikmat. Maka adanya perkembangan teknologi transportasi tidak diragukan lagi adalah suatu nikmat yang patut disyukuri.

Selain itu, Islam memotivasi kita untuk mencari kemudahan-kemudahan dalam urusan dunia. Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

ما خُيِّرَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ بيْنَ أَمْرَيْنِ، أَحَدُهُما أَيْسَرُ مِنَ الآخَرِ، إلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا، ما لَمْ يَكُنْ إثْمًا

“Tidaklah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika memilih antara dua perkara, dan salah satunya lebih mudah, kecuali beliau pasti memilih yang lebih mudah. Selama bukan perkara dosa” (HR. Bukhari-Muslim).

Dan adanya perkembangan teknologi adalah untuk memberikan banyak kemudahan bagi manusia.

3. Allah perintahkan untuk menyiapkan kekuatan

Allah ta’ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu” (QS. Al Anfal: 60).

Kekuatan dalam ayat ini bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang bisa digunakan untuk menggentarkan musuh-musuh Islam. Termasuk kekuatan teknologi.

Oleh karena itu, para ulama memotivasi penggunakan teknologi untuk sarana dakwah. Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan: “Tidak terlarang untuk menggunakan berbagai metode atau sarana dakwah baru yang bermanfaat selama metode yang digunakan itu tidak melenceng dari manhaj Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu tidak melenceng dari manhaj dan metode beliau yang mesti diikuti. Demikian juga, hendaknya pembaharuan metode dakwah ini bukanlah pembaharuan yang bertentangan dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Hendaknya pembaharuan metode dakwah masih dalam koridor manhaj dakwah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/5691).

Hukum Belajar Ilmu Teknik

Selain ilmu teknik adalah perkara dunia yang hukum asalnya mubah, hukum sarana juga tergantung hukum tujuan. Jika tujuannya baik, maka menjadi baik. Jika tujuannya buruk, maka menjadi buruk. Para ulama mengatakan:

للوسائل حكم المقاصد

“Hukum bagi suatu sarana, tergantung tujuannya”.

Maka, belajar ilmu teknik bisa berbeda-beda hukumnya:

  • Fardhu kifayah, jika ilmu teknik sangat dibutuhkan dan belum cukup orang Muslim yang menguasainya.
  • Mustahab (sunnah), jika ilmu teknik sangat dibutuhkan, namun sudah banyak orang yang menguasainya.
  • Mubah, jika sekedar untuk tujuan dunia.
  • Haram dan makruh, jika untuk kemaksiatan

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al Mishri menjelaskan, “ilmu yang fardhu kifayah di antaranya ilmu dunia yang dibutuhkan oleh kaum Muslimin untuk menegakkan urusan-urusan dunia mereka. Seperti ilmu kedokteran, ilmu matematika dan semisalnya” (Al Mu’lim fi Adabil Mu’allim wal Muta’allim, hal 30).

Apakah belajar teknik termasuk tasyabbuh?

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, Nabi, Shallallahu’alaihi Wasallam

bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Orang yang menyerupai suatu kaum, ia menjadi bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud no.4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282).

Yang dimaksud tasyabbuh terhadap orang kafir yang dilarang adalah menyerupai mereka dalam perkara-perkara menjadi kekhususan dan ciri khas mereka. Apabila suatu perkara bukan merupakan kekhususan mereka, namun dilakukan orang secara umum maka bukan tasyabbuh.

Diantaranya contoh tasyabbuh kepada orang kafir adalah: merayakan hari ulang tahun, merayakan hari lahir Nabi, meniup terompet, memuliakan hari Sabtu, merayakan imlek, merayakan tahun baru Masehi, merayakan valentine, merayakan halloween, merayakan anniversary, beribadah dengan musik dan nyanyian, dll.

Adapun bermuamalah dengan orang kafir, menggunakan produk mereka, atau belajar urusan dunia kepada mereka, ini hukum asalnya mubah dan bukan tasyabbuh. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bermuamalah dengan orang kafir dan memakai produk mereka. Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata,

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من حديدٍ

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut” (HR. Bukhari no. 2068).

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, ia berkata:

أَعْطَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خَيْبَرَ اليَهُودَ:  أَنْ يَعْمَلُوهَا ويَزْرَعُوهَا، ولَهُمْ شَطْرُ ما يَخْرُجُ منها

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kesempatan kepada kaum Yahudi di Khaibar, sehingga mereka dapat bekerja mengolah lahan dan menanaminya. Dan mereka mendapatkan sebagian dari hasil panennya” (HR. Bukhari no.2285, Muslim no.1551).

Apakah menggunakan teknologi untuk dakwah termasuk bid’ah?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Adapun yang dikembangkan oleh manusia berupa teknologi, alat transportasi, model-model pakaian dan yang lainnya, ini tidak termasuk dalam pembahasan bid’ah. Dan tidak termasuk bid’ah sama sekali. Dan Islam itu memotivasi manusia untuk berilmu dan memotivasi manusia dalam perkara-perkara yang bermanfaat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

احرص على ما ينفعك واستعن بالله

“bersemangatlah dalam perkara yang manfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah”.

Dan tidak ragu lagi bahwa mengolah minyak bumi, dan mengembangkan teknologi yang bermanfaat bagi manusia, misalnya dalam hal transportasi masyarakat, ini semua adalah perkara yang dituntut dalam syari’at” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/4395).

Bijak dalam menggunakan dan mengembangkan teknologi

Akhir kata, hendaknya para praktisi teknologi tetap bijak dalam menggunakan teknologi. Hendaknya kita ingat bahwa apa yang kita lakukan dengan teknologi, hendaknya bermanfaat untuk akhirat. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahKu” (QS. Adz Dzariyat: 56).

Dan jangan gunakan teknologi untuk melakukan pelanggaran dalam agama. Jangan korbankan agama demi mencari secuil kemaslahatan dunia. Allah Ta’ala berfirman:

:وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا

“Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah“ (QS. Al Baqarah: 41).

Maksud ayat ini adalah, jangan melakukan pelanggaran terhadap agama demi kepentingan dunia. Ibnu Katsir menjelaskan: “Maksudnya, jangan menukar keimanan terhadap ayat-ayatku dan keimanan kepada Rasul-Ku dengan dunia dan syahwatnya, karena dunia itu hal yang kecil (remeh)” (Tafsir Ibnu Katsir).

Dan hendaknya tetap memperhatikan adab-adab dalam berinteraksi dengan teknologi. Di antaranya:

  • Jangan melebihi batas
  • Jangan habiskan waktu dalam perkara yang tidak manfaat
  • Kembalikan semua perkara kepada yang ahli
  • Jangan jadi pembantu setan menebarkan keburukan
  • Banyak bersyukur kepada Allah atas semua kemudahan
  • Hanya bergantung hati kepada Allah dan meyakini semua yang terjadi atas kuasa Allah
  • Jangan sombong, sadar akan kelemahan kita sebagai manusia

Wallahu a’lam.

Yulian Purnama

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *