Hadits Tentang Ucapan Selamat Ramadhan, Validkah?

Seiring dengan masuknya bulan Ramadhan, kita sering membaca atau mendengar hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah memberi kabar gembira kepada para sahabatnya akan datangnya bulan Ramadhan. Salah satunya ialah dalam hadits berikut;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ: «قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ»

Dari Abu Hurairah katanya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda seraya menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa di dalamnya. Pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu dalam bulan tersebut. Padanya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang terluput dari kebaikannya berarti benar-benar terluput dari kebaikan besar.”

Perlu diketahui, bahwa hadits Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh 7 orang perawi, yaitu: Abu Qilabah, Abu Anas, Malik bin Abi ‘Amir, Abu Salamah, Abu Shalih, Sa’id Al Maqburi, dan ‘Amru bin Tamim.

Berikut ini rinciannya jalur-jalurnya:

Pertama: Hadits Abu Qilabah

Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih1, Ibn Abi Syaibah2, Ahmad3, Abd bin Humeid4, An Nasa’i5, dan lainnya; semuanya dari jalur Ayyub As Sikhtiyani, katanya: haddatsana Abu Qilabah, ‘an Abi Hurairah… dan seterusnya. Lafazh di atas adalah lafazh imam Ahmad.

Sedangkan Ath Thabrani meriwayatkannya dari jalur Sa’id bin Basyir, ‘an Qatadah, ‘an Abi Qilabah dst dengan lafazh yang sama6.

Kesimpulan sementara: Abu Qilabah memiliki dua perawi yaitu Ayyub dan Qatadah. Hanya saja, riwayat yang benar ialah riwayat Ayyub karena beliau imam yang tsiqah. Sedangkan riwayat Qatadah tergolong munkar karena hanya diriwayatkan oleh seorang muridnya yang dha’if (lemah), yaitu Sa’id bin Basyir; padahal Qatadah terkenal memiliki banyak murid lainnya yang tsiqah.

Kedua: Hadits Abu Anas dari Abu Hurairah

Haditsnya diriwayatkan dalam Shahihain7, dengan lafazh:

إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

“Bila masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan dirantai.” (lafazh Muslim).

Tidak disebutkan padanya bahwa Nabi mengucapkannya sebagai bentuk ucapan selamat. Tidak pula disinggung tentang keberkahan bulan Ramadhan, keutamaan (fadhilah) lailatul qadar, dan status orang yang terluput dari kebaikannya.

Ketiga: hadits Malik bin Abi ‘Amir dari Abu Hurairah

Diriwayatkan pula dalam Shahihain dengan lafazh yang mirip sekali dengan hadits Abu Anas8.

Keempat: hadits Abu Salamah dari Abu Hurairah

Diriwayatkan oleh An Nasai9 dari Ibnu Abi Syaibah10 yang mengatakan: haddatsana Abdul A’la, ‘an Ma’mar, ‘an Az Zuhri, ‘an Abi Salamah ‘an Abi Hurairah; dengan lafazh seperti kedua hadits sebelumnya.

Namun Abdul A’la diselisihi oleh Ibnul Mubarak yang meriwayatkannya dari Ma’mar tanpa menyebutkan Abu Salamah, alias dari Az Zuhri langsung ke Abu Hurairah11.

Jika dibandingkan, maka Ibnul Mubarak jelas lebih unggul dari Abdul A’la (bin Abdul A’la); walaupun keduanya tergolong tsiqah. Oleh karenanya, riwayat yang lebih tepat ialah riwayat yang tidak menyebutkan Abu Salamah, alias yang munqathi’.

Kelima: hadits Abu Shalih dari Abu Hurairah

Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan lainnya; semuanya dari jalur Abu Bakar bin ‘Ayyasy, ‘an Al-A’masy, ‘an Abi Shalih, ‘an Abi Hurairah dan seterusnya. Dengan matan sebagai berikut:

إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَنَادَى مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلِكَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ

Begitu memasuki malam pertama Ramadhan, setan-setan dan jin yang kuat dibelenggu. Pintu-pintu Neraka ditutup semua dan tak satupun yang dibuka. Pintu-pintu Surga dibuka semua dan tak satupun yang ditutup. Lalu diserukan: ‘Wahai pencari kebaikan, kemarilah! Wahai pencari kejahatan, berhentilah!’ Allah menyiapkan orang-orang yang dibebaskannya dari Neraka, dan itu terjadi setiap malam.

Jika diperhatikan, hadits ini juga tidak mengesankan adanya pemberian selamat kepada para sahabat. Tidak pula disebutkan tentang keberkahan bulan Ramadhan, keutamaan (fadhilah) lailatul qadar, dan status orang yang terluput dari kebaikannya.

Di samping itu, hadits ini dinilai cacat oleh Imam Bukhari dan At Tirmidzi; sebab ia hanya dikenal dari periwayatkan Abu Bakar bin ‘Ayyasy. Imam Bukhari mengatakan (غلط أبو بكر بن عياش في هذا الحديث)12. Beliau (Imam Bukhari) lantas mengatakan: Haddatsana Al Hasan bin Rabie’, katanya: Haddatsana Abul Ahwash, ‘an Al-A’masy, ‘an Mujahid, yang menyebutkan … (spt lafazh hadits Abu Shalih).

Lalu Imam Bukhari mengatakan: (هذا أصح عندي من حديث أبي بكر بن عياش)13.

Kesimpulan sementara: matan di atas bukanlah sabda Rasulullah, akan tetapi sekadar perkataan Mujahid bin Jabr, salah seorang tabi’in terkenal, murid Ibnu ‘Abbas. Oleh karenanya, imam At Tirmidzi setelah meriwayatkannya mengatakan: (غريب، لا نعرفه إلا من حديث أبي بكر بن عياش عن الأعمش عن أبي صالح)14. Dan ini menunjukkan kemunkaran riwayat tersebut yang mengesankannya sebagai hadits marfu’ (sabda Nabi).

Keenam: Hadits Sa’id Al Maqburi dari Abu Hurairah

Diriwayatkan oleh Ibnu Syahien15 dari jalur Abu Ma’syar, ‘an Sa’id Al Maqburi, ‘an Abi Hurairah, dgn lafazh:

نِعْمَ الشَّهْرُ شَهْرُ رَمَضَانَ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجِنَّانِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ النَّارِ، وَتصفدُ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، وَيُغْفَرُ فِيهِ إِلَّا لِمَنْ يَأْبَى، قَالُوا: وَمَنْ يَأْبَى يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ فَقَالَ: الَّذِي يَأْبَى أَنْ يَسْتَغْفِرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ.

Sebaik-baik bulan adalah bulan Ramadhan. Dibukakan padanya pintu-pintu Surga dan ditutup pintu-pintu Neraka serta dibelenggu setan-setan. Dalam bulan tersebut manusia akan diampuni kecuali yang tidak mau. Abu Hurairah ditanya, “Siapakah yang tidak mau wahai Abu Hurairah?” jawabnya, “Yang tidak mau beristighfar kepada Allah.”

Bila diperhatikan, maka riwayat ini juga tidak menyebutkan adanya kesan memberi selamat dan lainnya; namun menambahkan lafazh baru yang tidak disebutkan dalam hadits-hadits sebelumnya; yaitu pada kalimat pertama dan terakhir.

Status hadits ini adalah lemah bahkan munkar, karena hanya diriwayatkan oleh Abu Ma’syar alias Najieh bin Abdirrahman As Sindi yang statusnya (ضعيف، أسن واختلط)16. Artinya, dia perawi yang lemah hafalannya, di samping lanjut usia dan kacau pula.

Ketujuh: hadits ‘Amru bin Tamim dari Abu Hurairah

Diriwayatkan oleh Ibnu Syahien secara marfu’ dalam dua versi:

Pertama, dari jalur Bisyir bin as-Sariy, katanya: haddatsana Ibnul Mubarak, ‘an Katsir bin Zaid, ‘an ‘Amru bin Tamim, ‘an Abi Hurairah17.

Kedua, dari jalur Nu’aim bin Hammad, katanya: haddatsana Ibnul Mubarak, katanya: haddatsana Katsir bin Zaid, katanya: haddatsana ‘Amru bin Tamim, dari Bapaknya, ‘an Abi Hurairah18. Dengan lafazh panjang yang jauh berbeda dari hadits-hadits sebelumnya.

Yang benar adalah versi pertama, karena perawinya jauh lebih tsiqah daripada versi kedua. Kendatipun demikian, status hadits ini adalah munkar. ‘Amru bin Tamim ini tidak dikenal siapa jatidirinya dan bagaimana status kredibilitas serta hafalannya. Dalam biografinya disebutkan bahwa ia meriwayatkan dari Abu Hurairah sebuah hadits tentang keutamaan (fadhilah) Ramadhan, dan menurut Imam Bukhari (في حديثه نظر), ini merupakan kritikan pedas dari Imam Bukhari, sehingga haditsnya tidak bisa diterima. Sedangkan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats-Tsiqah19. Pendapat Ibnu Hibban ini sejalan dengan madzhabnya yang men-tsiqah-kan perawi-perawi majhul.

Kesimpulannya:

Hadits yang mengesankan bahwa Rasulullah memberi kabar gembira akan datangnya bulan Ramadhan hanya terdapat dlm riwayat Abu Qilabah dari Abu Hurairah. Sedangkan Abu Qilabah sendiri tidak terbukti pernah mendengar langsung dari Abu Hurairah. Nama aslinya ialah Abdullah bin Zaid Al Jarmy. Dalam Taqribut Tahdzib disebutkan bahwa beliau (ثقة فاضل كثير الإرسال), yang artinya: Dia orang yang tsiqah lagi mulia, sekaligus banyak memursalkan hadits20. Oleh karenanya, Imam Al ‘Alaa-i dalam kitabnya menyebutkan sejumlah sahabat yang Abu Qilabah meriwayatkan hadits dari mereka, yang salah satunya adalah Abu Hurairah; kemudian dikomentari oleh beliau: (والظاهر في ذلك كله: الإرسال), artinya, riwayat Abu Qilabah dari Abu Hurairah dhahirnya adalah terputus.

Dengan demikian, hadits ini adalah hadits dha’if karena sanadnya terputus, wallaahu a’lam

_____

1 Al-Musnad, no 1.

2 Al-Mushannaf, no 8867.

3 Al-Musnad, no 8991 dan 9497.

4 As-Sunan, no 2106.

5 Al-Muntakhab, no 1429.

6 Musnad Asy Syaamiyyiin, no 2687.

7 Lihat: Shahih Bukhari no 1899, 3277 dan Shahih Muslim no 1079.

8 Lihat: Shahih Bukhari no 1882 dan Muslim no 1079.

9 As Sunan, no 2104.

10 Al-Mushannaf, no 8869.

11 Lihat: Sunan An Nasai no 2105.

12 Artinya: ‘Abu Bakar bin ‘Ayyasy telah keliru dalam meriwayatkan hadits ini.’ (lihat: al-‘Ilal al-Kabir oleh At Tirmidzi, no 190).

13  Artinya: ‘Sanad yang ini menurutku lebih benar daripada periwayatannya Abu Bakar bin ‘Ayyasy.’ (idem, no 191).

14 Artinya, ‘Gharib (janggal/aneh. Ini merupakan isyarat akan dha’ifnya hadits tsb), kami tidak mengenalnya melainkan dari jalur Abu Bakar bin ‘Ayyasy, dari al-A’masy, dari Abu Shalih.” (As Sunan, no 683).

15 Fadha-il Syahr Ramadhan, no. 14

16 Taqribut Tahdzib no. 7100.

17 Fadha-il Syahr Ramadhan, no 24.

18 Idem, no 25.

19 Lihat: Lisanul Mizan no 5786.

20 Alias meriwayatkan hadits dgn sanad terputus.

 

Referensi:

  1. Shahih Bukhari
  2. Shahih Muslim
  3. Sunan Tirmidzi
  4. Sunan Nasai
  5. Sunan Ibn Majah
  6. Musnad Ahmad
  7. Musnad Ishaq bin Rahawaih
  8. Mushannaf Ibnu Abi Syaibah
  9. Al Muntakhab min Musnadi Abd bin Humeid
  10. Shahih Ibnu Khuzaimah
  11. Shahih Ibnu Hibban
  12. Musnad Asy Syamiyyin. Ath Thabrani.
  13. Fadhail Syahr Ramadhan. Ibnu Syahien.
  14. Al ‘Ilal Al Kabir, At Tirmidzi.
  15. Lisaanul Miezan, Ibnu Hajar.
  16. Taqribut Tahdzib, Ibnu Hajar.

Ditulis oleh: Dr. Sufyan bin Fuad Baswedan, M.A.

Doktor Ilmu Hadits Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia.

Solo, 2 Ramadhan 1437 H.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *