Kesehatan: Nikmat yang Terlupakan
Setiap hari berangkat ke kampus melewati rumah sakit, sambil terkadang melihat pasien yang sedang dipindah dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai macam kondisinya, menjadikan kami teringat dengan sebuah nikmat Allah Ta’ala yang mungkin banyak kita lupakan dan tidak kita syukuri dengan baik, yaitu nikmat sehat. Kesehatan adalah sebuah “nikmat mahal” di antara sekian banyak nikmat Allah Ta’ala yang mungkin banyak kita lupakan. Benarlah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika beliau bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua nikmat yang sering kali memperdaya kebanyakan manusia, yaitu (nikmat) kesehatan dan (nikmat) kelapangan waktu.” (HR. Bukhari)
Nikmat ini mungkin tidak hanya kita lupakan, tetapi juga telah berhasil memperdaya kebanyakan kita. Kita justru terbuai dan tenggelam dengan nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan ini sehingga justru semakin memperbanyak dosa dan kemaksiatan serta perbuatan sia-sia lainnya. Kita habiskan masa-masa sehat ini untuk hura-hura, pesta-pesta, terlalu banyak tidur, dan hal sia-sia lainnya. Sedikit di antara kita yang menggunakan masa sehat dalam hal-hal yang bermanfaat, terutama untuk kehidupan kita di akhirat kelak. Memang demikianlah kebanyakan manusia, yang justru tenggelam dalam lautan materi dan nikmat kesehatan
tersebut, dan lupa bahwa kita ini pada awalnya hanyalah setetes mani yang kotor dan akhirnya nanti akan
menjadi bangkai yang amat busuk. Padahal Allah Ta’ala telah memperingatkan kita dalam firman-Nya,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’” (QS. Ibrahim [14] : 7)
Oleh karena itu, tidaklah seseorang merasakan arti penting nikmat sehat kecuali setelah jatuh sakit. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah ungkapan, “Kesehatan bagaikan mahkota di kepala orang sehat, tidak ada yang bisa melihatnya kecuali orang sakit.” Ketika sakitlah terkadang seseorang menjadi ingat dan sadar tentang hakikat penciptaan dirinya: darimana dia berasal dan ke mana dia akan dikembalikan. Tidak sedikit di antara mereka yang justru mendapatkan hidayah atau bertobat dan memperbanyak ibadah kepada Allah Ta’ala setelah jatuh sakit. Kesehatan adalah nikmat yang sangat agung dari Allah Ta’ala di antara sekian banyak nikmat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa yang berada di waktu pagi dalam keadaan aman tenteram, badannya sehat, memiliki persediaan makanan yang cukup, maka seolah-olah dikumpulkan seluruh dunia untuknya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad. Hadits ini shahih sebagaimana tercantum di Shahih Adabul Mufrad No. 230)
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan kepada paman beliau, ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu agar memperbanyak doa meminta kesehatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا عَمِّ أَكْثِرِ الدُّعَاءَ بِالْعَافِيَةِ
“Wahai Pamanku! Perbanyaklah doa meminta keafiatan.” (HR. Al-Hakim. Hadits ini hasan sebagaimana tercantum di Silsilah Ash-Shahihah no. 1523).
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُ اللهَ بِهِ. فَقَالَ: يَا عَبَّاسُ سَلِ اللهَ الْعَافِيَةَ. ثُمَّ مَكَثْتَ قَلِيْلاً ثُمَّ جِئْتَ. فَقُلْتُ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُ اللهَ بِهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَقَالَ
يَا عَبَّاسُ يَا عَمُّ رَسُوْلِ اللهِ سَلِ اللهَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ.
“Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku doa yang dapat aku gunakan untuk meminta kepada Allah!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Wahai Abbas, mintalah kepada Allah keafiatan.” Kemudian aku (Abbas) terdiam sejenak dan mendatangi beliau lagi. Aku berkata, “Ajarkanlah kepadaku doa yang dapat aku gunakan untuk meminta kepada Allah, wahai Rasulullah!” Rasulullah menjawab,”Wahai Abbas, wahai Paman Rasulullah, mintalah kepada Allah keafiatan di dunia dan di akhirat.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad. Hadits ini shahih sebagaimana tercantum di Shahih Adabul Mufrad No. 558)
“Keafiatan” yang dimaksud dalam hadits ini mencakup keselamatan dari penyakit lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. (Lihat Syarh Shahih Adabul Mufrad, II/404)
Dalam hadits yang lain disebutkan, ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam,”Doa apakah yang paling utama?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
سَلِ اللهَ الْعَفْوَ وَالْعاَفِيَةَ فِي الدُّنْياَ وَالْآخِرَةَ فَإِذاَ أَعْطَيْتَ الْعاَفِيَةَ فِي الدُّنْياَ وَاْلآخِرَةَ فَقَدْ أَفْلَحْتَ
“Mintalah kepada Allah ampunan dan keafiatan di dunia dan di akhirat. Apabila Engkau diberi keafiatan di dunia dan di akhirat, maka sungguh Engkau telah beruntung.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod. Hadits ini shahih sebagaimana tercantum di Shahih Adabul Mufrod No. 495)
Ungkapan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan di atas adalah intisari dari seluruh doa karena doa ini mengandung permintaan keselamatan dari fitnah, penyakit, musibah, dan yang semisalnya di dunia. Selain itu, terkandung pula permintaan keselamatan dari azab setelah mati, seperti azab kubur dan azab di neraka, dan kondisi di antara keduanya berupa perkara-perkara yang menakutkan dan penghitungan (hisab) yang sulit. (Lihat Syarh Shahih Adabul Mufrad, II/290)
Betapa pentingnya nikmat kesehatan ini, sampai-sampai kita dianjurkan untuk mendoakan saudara kita sesama muslim setiap kali kita bertemu dengan mereka agar terhindar dari penyakit, yaitu dengan mengucapkan salam kepada mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian amalkan, maka akan membuat kalian menjadi saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)
Ketika menjelaskan hadits ini (yang merupakan salah satu hadits yang tercantum di kitab Riyadhus Shalihin karya An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Salam memiliki makna doa agar selamat (terbebas) dari segala musibah. Jika Engkau mengatakan kepada seseorang, ’Assalaamu ‘alaika’, hal ini berarti Engkau mendoakannya agar Allah membebaskannya dari segala musibah, yaitu agar Allah membebaskannya dari penyakit, kehilangan akal (gila), menyelamatkannya dari kejahatan manusia, dari maksiat dan penyakit-penyakit hati, serta dari neraka. Maka, salam adalah doa yang bermakna umum, yaitu doa bagi orang yang diberi salam agar selamat dari berbagai musibah.” (Syarh
Riyadhus Shalihin, 3/119)
Oleh karena itu, ketika kita mendapatkan nikmat kesehatan ini, kewajiban kita sebagai seorang hamba adalah bersyukur kepada-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah [2] : 152)
Salah satu bentuk syukur kita atas nikmat kesehatan tersebut adalah kita memanfaatkan masa sehat kita untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan kita di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasihati sahabatnya dengan bersabda,
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara yang lain: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kaya sebelum miskinmu, masa luangmu sebelum masa sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al-Hakim. Hadits shahih sebagaimana tercantum di Shahih At-Targhib wa At-
Tarhib No. 3355)
Marilah kita meneliti sejenak kondisi diri kita masing-masing, seberapa sering kita bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat mata, telinga, jantung, paru-paru, dan anggota tubuh lainnya? Mungkin sedikit sekali diantara kita yang bersyukur atas berbagai nikmat tersebut. Allah sendiri telah menegaskan dalam firman-Nya,
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba [34] : 13)
Selanjutnya, marilah kita merenungkan beberapa hal berikut ini. Berapa banyak orang yang sehat namun menemui kematiannya tanpa menderita sakit terlebih dahulu? Sebaliknya, berapa banyak orang sakit yang tetap mampu bertahan hidup hingga sekian lama? Lalu, berapa banyak di antara pemuda yang sehari-harinya merasa aman dari kematian, dia menganggap bahwa kematian masih jauh dari hidupnya, padahal kain kafannya sedang dipersiapkan dan dia tidak menyadarinya?
Penulis:
M. Saifudin Hakim
Catatan:
Tulisan ini disarikan dari buku penulis, “Ke mana Seharusnya Anda Berobat? Antara Pengobatan Medis, Alternatif, dan Thibb Nabawi” (penerbit Wacana Ilmiah Press, Surakarta, tahun 2009), dengan beberapa pengubahan seperlunya.
Alumni Ma’had Al-‘Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) Erasmus Medical Center (EMC) Rotterdam dalam bidang Infeksi dan Imunologi (2011-2013). S3 (PhD) di EMC-Postgraduate School Molecular Medicine Rotterdam dalam bidang Virologi Molekuler (Nov 2014 – sekarang). Peneliti virologi dan imunologi di Universitas Gadjah Mada.