Pemanfaatan Sifat Kelistrikan Bumi untuk Pengeboran Air Tanah

Pemanfaatan Sifat Kelistrikan Bumi untuk Pengeboran Air Tanah

Kebutuhan air sangatlah penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Pemanfaatan air yang saat ini sering digunakan adalah sumber air yang keluar dengan sendirinya (mata air), air permukaan ataupun air tanah dangkal. Mata air adalah air tanah yang muncul ke permukaan tanah secara alamiah akibat kondisi geologi tertentu (Hendrayana, 1994). Air permukaan adalah air yang dijumpai di permukaan bumi, seperti sungai, danau, waduk, dan sebagainya, sedangkan air tanah dangkal memanfaatkan air yang terdapat di batuan jenuh air di bawah tanah, tetapi pada kedalaman yang tidak terlalu dalam. Lapisan batuan yang mengandung air tanah disebut juga dengan akuifer.

Akuifer air tanah dangkal biasanya diperoleh dengan proses penggalian secara manual oleh masyarakat menjadi sebuah sumur gali. Penggunaan air permukaan dan air tanah dangkal ini sayangnya sering menemui permasalahan ketika masuknya musim kemarau. Bencana kekeringan sering melanda negeri kita ketika memasuki musim tersebut. Belum lagi masalah lain seperti pencemaran air akibat limbah, intrusi air laut, dan sebagainya, yang seringkali berdampak langsung pada air permukaan dan air tanah dangkal. Hendrayana (2013) menyebutkan bahwa air tanah dangkal sangat labil karena kuantitasnya tergantung pada curah hujan dan lingkungan sekitar, kualitasnya tergantung pada kondisi lingkungan di sekitarnya dan aktivitas manusia di permukaan tanah, serta lintasan air tanahnya pendek atau termasuk sistem aliran air tanah lokal.

Sebenarnya terdapat satu sumber air lagi yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitasnya, yaitu air tanah dalam. Air tanah dalam ini adalah air tanah yang terletak pada lapisan batuan jenuh air yang berada lebih dalam daripada air tanah dangkal. Air tanah dalam ini berumur lebih tua dibandingkan air tanah dangkal, yaitu berkisar antara puluhan hingga ribuan tahun lamanya tersimpan di bawah permukaan bumi. Air tanah dalam juga memiliki lintasan air tanah yang panjang dan sistem aliran air tanah antara (intermediate) atau regional (Hendrayana, 2013). Tentunya pemanfaatan air tanah dalam ini harus dilakukan dengan bijak dan mematuhi peraturan yang telah dibuat pemerintah.

Jika diilustrasikan, kondisi bawah permukaan tanah ini tersusun atas lapisan-lapisan batuan yang karakteristiknya berbeda-beda. Lapisan batuan yang memiliki pori-pori, rekahan ataupun biasa disebut dengan batuan reservoir, merupakan batuan potensial yang dapat menyimpan fluida. Salah satu fluida tersebut adalah air. Proses pencarian air yang terdapat di bawah tanah ini tentunya membutuhkan usaha yang lebih dibandingkan mencari mata air dan air permukaan karena tidak terlihat secara kasatmata. Bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi diperlukan untuk mengetahuinya.

Ilmu yang mempelajari tentang air tanah adalah hidrogeologi, yang merupakan cabang dari ilmu geologi. Dalam penerapannya, ahli hidrogeologi membutuhkan bantuan dari bidang ilmu kebumian lain untuk mengetahui keberadaan air di bawah tanah. Salah satu cabangnya yang mempelajari pencarian atau eksplorasi bawah permukaan bumi adalah geofisika. Geofisika merupakan ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi. Parameter fisika yang cocok digunakan untuk pencarian air bawah tanah adalah parameter resistivitas batuan atau tahanan jenis listrik batuan.

Metode geofisika yang memanfaatkan sifat kelistrikan bumi adalah metode geolistrik. Pada metode geolistrik ini, bumi dianggap sebagai resistor yang sangat besar. Arus listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi akan menghasilkan beda potensial listrik tertentu yang dapat digunakan untuk menghitung nilai hambatan listrik bumi dan nilai tahanan jenis (resistivitas) batuan penyusun bumi.

Dalam praktiknya, proses pengambilan data geolistrik membutuhkan instrumen geolistrik, sepasang elektrode arus listrik, sepasang elektrode potensial listrik, dan kabel-kabel. Instrumen geolistrik dipasang di atas permukaan dan dihubungkan menggunakan kabel ke beberapa elektrode yang ditancapkan ke tanah. Elektrode arus digunakan untuk menginjeksikan arus listrik ke dalam tanah, sedangkan elektrode potensial digunakan untuk mengukur beda potensial yang dihasilkan bumi (lihat Gambar 1). Susunan elektrode di atas tanah diubah-ubah berdasarkan jarak horizontal sedemikian rupa sehingga didapatkan beberapa data arus listrik dan beda potensial batuan. Susunan elektrode yang ada menghasilkan faktor geometri.

Nilai arus listrik dan beda potensial yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai hambatan batuan sesuai dengan hukum Ohm yang telah kita kenal. Nilai hambatan tersebut, jika dikalikan dengan faktor geometri, akan menghasilkan nilai resistivitas batuan. Nilai resistivitas batuan yang diperoleh dari pengukuran lapangan merupakan nilai resistivitas semu sehingga masih perlu dilakukan pengolahan data lanjutan agar didapatkan nilai resistivitas sebenarnya atau true resistivity.

Proses pengolahan data yang dilakukan adalah perhitungan inversi geofisika. Hasil akhir dari pengukuran geolistrik adalah penampang model bawah permukaan yang memiliki informasi kedalaman dan nilai resistivitas batuan. Kedalaman target geolistrik dipengaruhi oleh panjang bentangan kabel yang digunakan.

Resistivitas batuan secara umum adalah kemampuan suatu batuan untuk menghambat arus listrik. Batuan yang mengandung air tentunya akan lebih mudah mengantarkan arus listrik dibandingkan dengan batuan yang tidak mengandung air. Oleh karena itu, nilai resistivitas rendah dapat dikaitkan dengan batuan yang mengandung air.

Survei geolistrik dapat dilakukan secara 1D dan 2D. Gambar 3 menunjukkan beberapa hasil geolistrik 1D yang dikorelasi. Dari nilai resistivitas yang ada, keberadaan akuifer air tanah dangkal dan akuifer air tanah dalam dapat diperkirakan. Pada hasil tersebut diketahui kedalaman akuifer air tanah dangkal pada kedalaman 10—40 meter, sedangkan akuifer air tanah dalam pada kedalaman 70—80 meter. Hasil geolistrik 2D ditunjukkan pada Gambar 4. Dapat diketahui keberadaan akuifer air tanah dengan nilai resistivitas rendah yang menerus pada lereng Gunung Merapi yang ditandai kode HS dan F terdapat pada elevasi sekitar 600—1000 mdpl.

Gambar 3. Hasil pengukuran geolistrik 1D yang dikorelasi menghasilkan perkiraan kedalaman akuifer air tanah dangkal dan air tanah dalam (Daryono dkk, 2018).
Gambar 4. Hasil pengukuran geolistrik 2D di lereng Gunung Merapi. Nilai resistivitas rendah (berwarna biru) pada kode HS (< 10 ohm meter) dan kode F (40 – 80 ohm meter) merupakan zona yang berpotensi mengandung air (Byrdina dkk, 2017).

Kajian geolistrik seperti ini tentunya sangat membantu berbagai pihak yang ingin melakukan pencarian sumber air, baik dengan cara menggali maupun melakukan pengeboran. Dengan dilakukannya survei geolistrik terlebih dahulu, dapat diketahui jawaban atas pertanyaan seperti, “Apakah lokasi tersebut berpotensi mengandung air?” Atau, “Jika terdapat kandungan air, pada kedalaman berapakah potensi air tersebut ada?” Dengan demikian, metode geolistrik ini dapat dilakukan untuk menemukan sumber air dengan lebih efektif tanpa ada kekhawatiran terjadinya pengeboran yang gagal karena tidak ditemukannya akuifer air tanah di bawah permukaan bumi.


Referensi

Byrdina, S., Friedel, S., Vandemeulebrouck, J., Budi-Santoso, A., Suhari, Suryanto, W., Rizal, M. H., & Winata, E. (2017). Geophysical image of the hydrothermal system of Merapi volcano. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 329, 30-40.

Daryono, L. R., Wijayaningsih, M. S. D., Hendratno, A., Nukman, M., Hartantyo, E., & Kawasaki, S. (2019). Geological spatial plan toward groundwater resources in Kertek, Wonosobo Basin, Central Java, Indonesia. Journal of Degraded and Mining Lands Management, 6(2), 1595.

Hendrayana, H. (1994), Dasar-Dasar Hidrogeologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta.

Hendrayana, H. (2013). Lecture note : Hidrogeologi Mata Air. Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta.

Todd, D. K., & Mays, L. W. (2004). Groundwater hydrology. John Wiley & Sons.


Diva Alfiansyah S.Si., M.Sc.

Founder CV Inti Bumi Geoservis

S1 Geofisika UGM

S2 Ilmu Fisika (Geofisika) UGM

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *