Sejarah Islam Di Kota Thaif

Thaif, sebuah kota di provinsi Mekkah, Arab Saudi, yang memiliki makna khusus dalam perjalanan sejarah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan perkembangan awal agama Islam. Thaif terletak sekitar 65 mil ke timur kota Mekkah dan dikenal sebagai daerah yang banyak menghasilkan buah-buahan dan sayur-sayuran. Pegunungan Ghazwan membentang di Thaif, menjadikannya daerah yang paling di dingin di sekitar Hijaz.

Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Disebutkan dalam kitab Nurul Yaqin fi Sirati Sayyidil Mursalin (hal. 60), “Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam memandang bahwa penindasan orang-orang Quraisy kepada beliau semakin menjadi-jadi, maka beliau pun pergi untuk menemui kabilah Tsaqif yang ada di Thaif untuk mengharapkan bantuan mereka, sehingga Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dapat menyempurnakan agama Allah. Karena Tsaqif adalah kaum yang paling dekat dari Mekkah, dan di antara mereka ada kerabat-kerabat beliau dari jalur ibu beliau. Karena Ummu Hasyim Atikah bin Abdul Manaf berasal dari Bani Sulaim bin Manshur, dan Bani Sulaim bin Manshur adalah para pemuka kabilah Tsaqif. Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam berangkat ke Thaif bersama budak beliau, yaitu Zaid bin Haritsah”.

Selain itu, di Thaif banyak sekali kerabat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dalam persusuan. Karena beliau pernah disusui dan dirawat oleh Halimah as Sa’diyah dari Bani Sa’ad, yang juga tinggal di Thaif.

“Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasalam kemudian bertemu dengan tiga orang pemuka dari kabilah Tsaqif: Abdu Yalaila bin Amr Ats Tsaqafi, Mas’ud bin Amr Ats Tsaqafi dan Habib bin Amr Ats Tsaqafi. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasalam menawarkan kepada mereka untuk memberi bantuan kepada kaum Muslimin sehingga dapat memperkukuh dakwah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Namun ternyata mereka menolak tawaran Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mentah-mentah dan tidak memberikan tanggapan yang baik.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menerima sikap tersebut, namun beliau meminta agar orang-orang Thaif tidak menyampaikan hal ini kepada orang-orang Quraisy sehingga mereka akan bertambah lagi menindas kaum Muslimin. Namun permintaan ini tidak dikabulkan oleh orang-orang Thaif. Bahkan mereka mengirim orang-orang awam dan anak-anak kecil mereka untuk berbaris di depan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan melemparkan batu kepada beliau, sehingga berdarah tumit beliau. Zaid bin Haritsah senantiasa melindungi beliau hingga akhirnya mereka sampai di pohon Karom dan berteduh di sana” (Nurul Yaqin, hal. 60).

Pohon tersebut ada di samping kebun anggur milik dua orang bersaudara, yaitu Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah, yang termasuk kabilah Tsaqif. Dan mereka berdua ketika itu ada di dalam kebun anggur tersebut. Melihat kondisi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang terusir dan terluka, mereka berdua merasa kasihan dan kemudian berinisiatif untuk mengirimkan buah anggur kepada beliau melalui budak mereka yang bernama ‘Addas.

“Ketika Rasullullah Shallallahu’alaihi Wasallam mulai memakan anggur, beliau membaca: “bismillahir rahmanir rahim”. Addas lalu berkata: ‘Ini adalah perkataan yang tidak pernah aku dengar dari penduduk negeriku.’ Rasulullah menjawab: ‘Dari negeri mana engkau berasal?’ ‘Addas mengatakan: ‘Aku adalah seorang Nasrani dari negeri Yunani.’ Rasulullah pun berkata: ‘Engkau berasal dari negerinya Nabi Yunus bin Matta? Apa ilmu yang engkau ketahui tentang Nabi Yunus?’ Kemudian Rasulullah membacakan ayat Al Qur’an tentang kisah Nabi Yunus ‘alaihissalam. Ketika ‘Addas mendengarnya lalu ia masuk Islam” (Nurul Yaqin, hal. 61).

Tempat terjadinya pertemuan beliau dengan ‘Addas tersebut sekarang dibangun sebuah masjid yang disebut dengan Masjid ‘Addas. Setelah kejadian itu, datanglah Malaikat Jibril ‘alaihissalam dengan Malakul Jibal (Malaikat gunung). Sebagaimana dalam hadis dari Aisyah radhiyallahu’anha, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

“Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril ‘alaihissallam , lalu ia memanggilku dan berseru: ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka’. Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan dua gunung Akhsyab’. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”” (HR. Bukhari no.3231, Muslim no.1795).

Malaikat Jibril ‘alaihissalam lalu mengatakan: “Sungguh Maha Benar Allah ketika menyebutmu sebagai hamba yang lembut lagi penyayang!”. Kemudian Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam melanjutkan perjalanan pulang ke Mekkah. Ketika sampai di sebuah pohon kurma, beliau bertemu dengan sekelompok jin yang mengaku sebagai pengikut ajarannya Nabi Musa ‘alaihissalam. Kemudian Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam membacakan ayat-ayat Al Qur’an kepada mereka, sehingga mereka pun masuk Islam dan mendakwahkan Islam kepada kaum mereka. Allah ta’ala abadikan kejadian ini dalam surat Al Ahqaf:

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا ۖ فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ ﴿٢٩﴾ قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ ﴿٣٠﴾ يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur`an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur`an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih” (QS. Al Ahqaf: 29 – 31).

Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam berdakwah kepada orang-orang Thaif, namun mereka menolak dakwah beliau. Tapi dibalik itu semua, Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam berhasil berdakwah kepada ‘Addas dan sekelompok jin.

Ketika kita melihat kembali pada sejarah Islam di Thaif, kita dapat mengambil banyak pelajaran daripadanya. Ketabahan, kesabaran, dan keyakinan dalam menghadapi tantangan dakwah adalah karakteristik penting yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Kisah Nabi Muhammad Shallallahu’alahi Wasallam di Thaif mengajarkan kita untuk tidak menyerah ketika menghadapi rintangan dalam berdakwah. Selain itu, kisah ini juga menunjukkan pentingnya sikap baik dan pemaaf dalam menghadapi perlakuan buruk atau penolakan.

Dalam konteks sejarah Islam, Thaif adalah tempat yang mengingatkan kita akan nilai-nilai akidah yang kuat dan etos kerja keras yang dipegang oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alahi Wasallam dan para sahabat. Seiring waktu berjalan, peristiwa ini tetap menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran bagi umat Islam di seluruh dunia.

***

Penulis: Yulian Purnama

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *