Transformasi Bisnis di Tengah Krisis

Sejak awal tahun 2020 ini, seluruh dunia berduka. Setiap hari korban wabah COVID-19 terus berjatuhan. Ekonomi semakin memburuk dan kita semua belum tahu kapan wabah akan berakhir. Namun, kita tidak boleh menyerah. Optimisme harus selalu ditumbuhkan. Selalu ada jalan keluar dari setiap kesulitan. Sebagaimana telah Allah sampaikan dalam surah Al-Insyirah, di balik satu kesulitan akan diikuti dengan banyak kemudahan.

Setiap krisis biasanya memiliki 3 tahapan, dimulai dari krisis nonfinansial (seperti wabah COVID-19), diikuti dengan krisis finansial (sepertinya jatuhnya nilai mata uang dan inflasi yang tinggi), dan terakhir tahapan setelah krisis nonfinansial dan finansial berlalu, yaitu pemulihan tatanan sosial dan ekonomi pascakrisis. Kita harus mempersiapkan diri menghadapi ketiga tahapan tersebut dengan cara yang berbeda-beda pula.

Segera setelah kita menyadari tanda-tanda krisis nonfinansial (apalagi ditambah krisis finansial), kita harus mempersiapkan setidaknya dua hal, yaitu sistem penanganan krisis dan pengukuran dampak krisis tersebut terhadap bisnis kita. Untuk mempersiapkan sistem penanganan krisis, kita perlu membentuk sebuah tim khusus (dapat berupa tim ad hoc) yang berfungsi untuk menjadi titik sentral untuk melihat dampak krisis terhadap keseluruhan organisasi, mengoordinasikan penanganan krisis lintas fungsi, dan mengambil keputusan secara cepat.

Untuk mengukur dampak krisis, kita perlu memahami apa saja penggerak utama bisnis kita yang terpengaruh oleh krisis, sehingga kita dapat menyusun pemodelan skenario yang mungkin terjadi serta mengukur dampaknya terhadap bisnis kita. Dengan adanya sistem (tim krisis dan mekanisme) penanganan krisis serta pemodelan dampak krisis, hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan stabilitas operasi dan finansial.

Stabilitas operasi dapat mencakup beberapa komponen, seperti karyawan, pelanggan, pemasok, dan infrastruktur. Dalam konteks wabah korona misalnya, tim krisis harus memastikan kondisi kesehatan karyawannya dalam keadaan baik sekaligus mempersiapkan mekanisme bagaimana karyawan tetap dapat bekerja sesuai tugas dan tanggungjawabnya masing-masing dengan risiko minimal.

Tim krisis harus menjaga komunikasi dengan pelanggan serta memastikan layanan ke pelanggan tetap berjalan. Tim krisis juga harus memastikan ketersediaan bahan baku maupun kesiapan infrastruktur untuk tetap dapat menjalankan bisnis ketika krisis. Selain itu, tim krisis harus meninjau ulang strategi go to market untuk memastikan penjualan tetap dapat tumbuh dan mendorong adanya efisiensi biaya, termasuk kemungkinan menunda investasi maupun penjualan aset yang tidak produktif.

Stabilitas finansial pada intinya adalah memastikan kecukupan arus kas dengan mempertimbangkan semua skenario yang mungkin terjadi. Misal, bagaimana jika sales turun secara signifikan, bagaimana jika produktivitas menurun, bagaimana jika nilai mata uang jatuh, atau dalam konteks wabah korona bagaimana jika banyak karyawan terkena korona sehingga beban kesehatan meningkat, dan lain sebagainya. Untuk itu, kita perlu secara kontinu minimal harian memantau posisi kas, lebih berhati-hati dalam penggunaan uang, termasuk mempersiapkan diri untuk mencari suntikan dana dari pihak ketiga.

Jika aktivitas untuk memastikan stabilitas operasi dan finansial tersebut berjalan cukup baik ketika krisis terjadi, berikutnya tim krisis harus mempersiapkan diri untuk menyongsong harapan baru setelah krisis tersebut berlalu. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mempelajari apa saja perubahan-perubahan yang terjadi di bidang ekonomis, sosial budaya, dan lain sebagainya akibat dari krisis ini.

Contoh kasus transformasi, setelah adanya wabah corona ini, masyarakat semakin terdidik dengan layanan digital yang memungkinkan mereka tetap beraktivitas meskipun tidak bertemu secara fisik satu sama lain. Setelah kita memahami perubahan tersebut, kita perlu meninjau transformasi bisnis yang harus dilakukan agar tetap relevan dengan tatanan masyarakat yang baru, diawali dengan perubahan internal. Misalkan, setelah seluruh karyawan kita terbiasa menggunakan layanan digital untuk berinteraksi dan melaksanakan tugasnya, kita bisa mendigitalisasi proses bisnis internal perusahaan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

Tidak hanya di internal, mungkin perubahan terhadap layanan maupun bagaimana kita berinteraksi dengan pelanggan juga perlu disesuaikan. Misalkan sekolah dapat melakukan ekspansi di luar lingkup lokasi sekolahnya menggunakan pembelajaran jarak jauh. Untuk itu, rencana investasi dapat ditinjau ulang untuk memastikan investasi kita tetap relevan dengan perubahan masyarakat. Jika sebuah sekolah semula berencana untuk berekspansi dengan menambah satu kelas fisik baru, jangan-jangan uang investasi tersebut lebih baik digunakan untuk menyiapkan infrastuktur banyak kelas digital baru.

Semoga tips yang singkat ini dapat memberi inspirasi bagaimana menghadapi krisis ini dengan baik sehingga tetap dapat bertahan sekaligus bertransformasi untuk menghadapi era baru pascakrisis. Tak lupa kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah atas setiap keadaan dan berdoa agar kita semua dapat melewati ujian ini dengan baik.

Referensi: 

  • Seize Advantage in Downturn by David Rhodes and Daniel Stelter (Harvard Business Review)

Penulis: Andi Hakim Kusuma, M.Sc.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *