Banyak Baca, Banyak Tahu
Pepatah lama mengatakan “banyak baca, banyak tahu”. Pepatah ini seolah ingin memotivasi kita untuk rajin membaca. Dengan banyak membaca, kita akan dapat menambah wawasan dan pengetahuan. P epatah lain mengatakan “buku adalah jendela dunia”. Dari buku, seseorang bisa mendapatkan berbagai informasi bahkan yang berasal dari negeri seberang.
Anjuran membaca dalam Islam
Dalam Islam, budaya membaca sangat kental sekali. Bahkan ayat yang pertama kali turun berbunyi (yang artinya), “Bacalah! Dengan nama Rabb-mu Yang Maha Menciptakan” (QS. Al ‘Alaq: 1). Ayat ini adalah perintah untuk membaca Al Qur’an yang dimulai dengan menyebut nama Allah (Tafsir Al Wajiz). Sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya membaca itu adalah salah satu budaya dalam ajaran Islam.
Para salaf, ulama terdahulu, telah memberikan kita teladan tentang proses interaksi mereka dengan buku. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan buku melalui berbagai cara, di antaranya: membacanya, mengumpulkannya dan menelaahnya.
Ibnu Hajar Al Asqalani ketika menyebutkan biografi Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah beliau berkata, “Ibnul Qayyim hobi mengumpulkan kitab. Beliau memiliki kitab yang tidak terhitung jumlahnya, sampai anak-anaknya menjual sebagian darinya setelah beliau meninggal selama bertahun-tahun. Kecuali yang mereka pilih untuk diri mereka” (Ad Durarul Kaminah fi A’yamil Mi’atits Tsaminah, 4/22).
Demikian juga interaksi mereka (para ulama) dalam membaca dan menelaah buku. As Sam’ani ketika menyebut tentang Abu Bakar Al Audani: “Abu Bakar Muhammad bin Abdillah Al Audani, seorang imam di kalangan murid Asy Syafi’i di masanya. Ia senantiasa bersemangat menuntut ilmu dan bersemangat menyebarkan ilmu. Tidak pernah berhenti menuntut ilmu hingga akhir hayatnya. Tidaklah ia keluar melainkan buku tulisnya ada di kantongnya” (Al Ansab lis Sam’ani, 1/226).
Abdullah, putra dari Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan: “Demi Allah, tidaklah aku melihat beliau (imam Ahmad) kecuali sedang tersenyum, atau sedang membaca, atau sedang menelaah” (Fashlul Khithab fiz Zuhdi war Raqaiq, 3/621).
Dikatakan tentang Al Khathib Al Baghdadi: “Tidaklah aku melihat Al Khathib kecuali di tangannya ada buku yang sedang ia telaah” (Siyar A’lamin Nubala, 20/26).
Dari teladan-teladan di atas, dapat kita ambil pelajaran bahwa sudah semestinya kaum Muslimin itu akrab dengan buku. Hendaknya selalu ada buku yang sedang ditelaah dan dibaca sampai selesai. Bawalah buku ke mana-mana. Hendaknya buku menjadi teman dalam setiap aktivitas kita. Manfaatkan waktu luang dengan membacanya. Dengan demikian kita akan mendapatkan banyak ilmu.
Selektif dalam membaca
Buku itu banyak sekali. Nampaknya tidak mungkin kita bisa melahap semua buku yang ada di dunia ini. Di sisi lain, buku-buku dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis: ada buku yang bergizi, ada buku yang beracun, ada pula buku yang tidak bergizi dan juga tidak beracun. Oleh karena itu, selektiflah dalam membaca.
Bacaan wajib bagi setiap umat Muslim tentunya adalah Al Qur’an Al Karim. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi shahibul Qur’an”(HR. Muslim no. 804).
Tidak sekedar membaca, bahkan Al Qur’an juga harus dipelajari dan diamalkan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Yang terbaik di antara kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari no. 5027).
Setelah Al Qur’an, yang tidak kalah penting untuk dibaca adalah hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasalam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah memberikan nudhrah (cahaya di wajah) kepada orang yang mendengarkan sabdaku lalu ia memahaminya, menghafalnya, dan menyampaikannya. Berapa banyak orang yang membawa ilmu agama kepada orang yang lebih paham darinya” (HR. Ibnu Majah no. 2498, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Abu Bakar bin Athiyyah pernah membaca kitab Shahih Al Bukhari sampai 700 kali (Ash Shilah karya Ibnu Basykuwal, hal. 458). Ibnu Syahinnah membacakan Shahih Al Bukhari sekitar 60 kali (Al Bidayah wan Nihayah, 1//157). Padahal hadits dalam Shahih Bukhari ada kurang-lebih 7500 hadits (Al Mustafad bin Zaili Tarikh Baghdad, hal. 6).
Ibnu Khadhibah membaca dan menulis ulang kitab Shahih Muslim sampai 7 kali dalam satu tahun. Hadits dalam Shahih Muslim ada kurang-lebih 5362 hadits.
Contoh-contoh di atas menggambarkan betapa besarnya semangat membaca para ulama terhadap buku-buku hadits. Setelah Al Qur’an dan hadits, tentu yang penting untuk dibaca adalah buku-buku yang menjelaskan Al Qur’an dan hadits, agar pemahaman yang didapatkan sesuai dengan pemahaman yang berdasarkan pada syariat.
Kemudian, setelah buku-buku di atas, baik juga untuk membaca buku-buku lain yang sarat akan manfaat. Baik manfaat duniawi atau manfaat ukhrawi. Buku-buku yang kurang bermanfaat atau bahkan yang berbahaya jika dibaca, maka sudah selayaknya ditinggalkan. Masih terlalu banyak buku baik yang antre untuk kita baca. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Diantara tanda bagusnya Islam seseorang, ia meninggalkan perkara yang tidak manfaat baginya“ (HR. Ahmad no. 1737, dihasankan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).
Rendahnya minat baca masyarakat kita!
Dilansir dari situs Kominfo, menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca! Padahal masyarakat Indonesia adalah populasi Muslim terbesar di dunia. Namun ternyata masyarakatnya enggan membaca. Ini adalah hal yang ironis!
Maka sudah semestinya para ulama serta akademisi di negeri ini memberikan edukasi kepada masyarakat agar senang membaca. Dan menyampaikan kepada masyarakat urgensi membaca dan keutamaan membaca dari segi agama maupun segi sosial-pendidikan.
Semoga Allah ta’ala memberi taufik kepada bangsa ini.
Yulian Purnama
Software Engineer di Rendact.com, alumni S1 Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Alumni dan pengajar Ma’had Al Ilmi Yogyakarta.