Peran “Big Data” dalam Industri Penerbangan
Transformasi digital pada abad 21 telah menjadikan data sebagai sebuah komponen penting dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk individu, maupun untuk pemerintah, bisnis dan industri. Situs-situs internet membutuhkan data untuk meningkatkan kualitas dan pengalaman bagi pengguna. Bisnis mengumpulkan dan menggunakan data untuk memahami kebutuhan dan kebiasaan konsumen menjadi sesuatu yang penting. Bahkan perangkat-perangkat pintar di rumah, seperti telepon genggam, juga telah mengeksploitasi berbagai macam sumber data sehingga bisa memberikan informasi yang relevan dan juga melayani kebutuhan pengguna perangkat tersebut.
Peran data menjadi begitu penting seiring dengan fenomena yang lebih populer dengan sebutan “big data”. Big data merupakan kumpulan data-data dengan volume yang luar biasa besar, yang terkumpul dari sumber yang berbeda-beda, baik yang terstruktur maupun tidak, untuk dianalisis dan divisualisasikan pola, tren dan karakteristiknya oleh sistem komputer. Hasil analisa dan olahan datanya bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan, mulai dari bisnis, keamanan sampai dengan membantu interaksi sosial. Karena volume dan kompleksitasnya, big data tidak mudah untuk diproses dengan sistem manajemen database biasa dan tidak juga dengan sistem pemrosesan data secara tradisional.
Dengan terobosan teknologi komputer yang signifikan dalam bentuk perangkat keras dan lunak, seperti perangkat penyimpanan data, memori, prosesor sampai teknologi sistem komputasi, dan juga teknologi internet untuk komunikasi data, tidaklah mengherankan jika data-data dengan cepat terkumpul menjadi big data. Big data ini kemudian perlu dianalisis dengan berbagai macam sistem komputasi dan analisa modern, seperti penggalian data (data mining), kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan sistem komputasi modern lainnya.
Data-data olahan tersebut tidak hanya untuk menyediakan informasi, tapi juga berfungsi untuk meningkatkan keuntungan dan menambah keamanan untuk berbagai macam jenis industri dan bisnis. Semua industri-industri utama di dunia telah mengeksploitasi big data untuk membuat bisnis mereka semakin optimal, aman dan menguntungkan.
Tidak terkecuali dengan industri penerbangan, industri yang bergerak pada sektor transportasi ini telah banyak menggunakan big data untuk menambah pendapatan, meningkatkan kenyamanan dan pelayanan untuk konsumen, maupun mengoptimalkan fitur-fitur keselamatan penerbangan.
Data-data konsumen, informasi tiket, logistik di bandara sampai data dari prakiraan cuaca telah berkontribusi terhadap terbentuknya big data yang bisa dimanfaatkan untuk optimasi berbagai aspek bisnis di dunia penerbangan. Pendapatan dari berbagai industri penerbangan dapat diperoleh dengan memprediksi jumlah penumpang dan mengurangi biaya operasional yang tidak perlu.
Sebagai contoh, penggunaan forecasting models1 yang dibangun dari ketersediaan big data telah membantu banyak industri penerbangan untuk mengevaluasi secara berkala berbagai macam kebijakan-kebijakan penting, seperti penentuan harga tiket, mengestimasi kebutuhan jumlah penumpang dan penerbangan ke suatu kota atau negara, apakah perlu di tambah atau dikurangi, atau untuk menentukan jenis pesawat yang akan digunakan untuk menampung penumpang dengan lebih efisien. Big data ini juga bisa menjadi acuan untuk pengambilan kebijakan strategis, seperti keputusan untuk pembukaan rute baru. Hal tersebut merupakan beberapa faktor yang bisa dieksploitasi oleh industri penerbangan untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Selain murni aspek bisnis, big data juga bisa dipergunakan untuk aspek teknis yang tetap tidak terlepas dari aspek bisnis. Pelaku industri penerbangan dapat mengeksploitasi big data untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu. Berdasarkan data yang dirilis tahun 2012 dari International Air Transport Association (IATA), sebuah asosiasi penerbangan dunia, sekitar 33% biaya operasi penerbangan adalah untuk kebutuhan bahan bakar2. Banyak industri penerbangan yang telah mempergunakan sistem kecerdasan buatan yang dibangun dari ketersediaan big data untuk menganalisis data-data penerbangan, seperti rute, jarak tempuh, ketinggian penerbangan, jenis pesawat, berat dan cuaca. Analisa dari big data tersebut akan memberikan estimasi jumlah optimal bahan bakar yang sebaiknya digunakan untuk sebuah penerbangan. Dengan strategi ini, banyak biaya yang akan dihemat dan tentu saja akan memberikan dampak positif pada pendapatan maskapai yang bersangkutan.
Southwest Airlines, salah satu maskapai utama dari Amerika Serikat yang berpusat di Dallas, Texas, adalah satu contoh maskapai yang menggunakan big data untuk optimasi konsumsi bahan bakar3. Maskapai ini telah bekerja sama dengan General Electric (GE), sebuah perusahaan manufaktur mesin pesawat terbang terbesar dunia. Kontrak kerja sama bisnis ini dalam rangka mengimplementasikan sistem analisis penerbangan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan bakar bagi lebih dari 700 pesawat Boeing 737 milik mereka. Sistem komputasi awan mengumpulkan dan menganalisis data-data yang dihasilkan dari setiap penerbangan, seperti kecepatan angin, kelembaban udara, berat pesawat, dorongan maksimum mesin dan ketinggian terbang. Analisis dari setiap penerbangan bisa menjadi acuan untuk menentukan jumlah bahan bakar yang perlu dipersiapkan untuk penerbangan selanjutnya dengan pesawat dan rute yang sama.
Data-data teknis yang dihasilkan dari pesawat terbang juga telah berkontribusi terhadap big data. Pada masa sekarang, sensor-sensor yang terintegrasi di setiap pesawat terbang modern, menghasilkan dan mentransmisi data dengan volume yang begitu besar. Seperti pesawat Boeing 737 yang dilengkapi dengan dua mesin pesawat, setiap mesin pesawatnya bisa menghasilkan sekitar 20 terabytes (TB) data setiap jamnya. Jika waktu tempuh rata-rata penerbangan dari New York ke Los Angeles sekitar 6 jam, maka akan menghasilkan 240 TB data yang diperoleh dari kedua mesin pesawat saja untuk satu penerbangan. Ada sekitar hampir 30.000 penerbangan komersial setiap harinya di Amerika Serikat saja, sehingga bisa dibayangkan, big data yang dihasilkan dalam setahun, hanya untuk satu negara saja, untuk dua mesin pesawat terbang, dan hanya dari penerbangan komersial. Dari data-data US National Air Traffic Controllers Association, ada sekitar 90.000 penerbangan setiap harinya di wilayah udara Amerika Serikat, termasuk pesawat komersial, kargo, privat dan militer4. Big data yang berasal dari data-data teknis ini, tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk aspek bisnis, tetapi untuk meningkatkan fitur keselamatan dan pemeliharaan aset-aset pesawat terbang5.
Rolls-Royce plc., sebuah perusahaan manufaktur mesin pesawat terbang terkemuka asal Inggris, telah menerapkan konsep Engine Health Management (EHM) untuk memastikan semua komponen-komponen mesin berfungsi dengan baik, yang dimonitor sebelum, ketika dan setelah penerbangan berlangsung. Sistem ini juga membantu optimasi pemeliharaan mesin dengan melakukan estimasi secara lebih akurat kapan setiap komponen mesin perlu pemeliharaan dan perbaikan6. Sensor-sensor yang dipasang di setiap komponen mesin pesawat modern mampu mengukur ribuan parameter-parameter dengan tujuan tidak hanya sistem kontrol, tapi juga untuk memberikan data-data penting, yang kemudian perlu diolah dan dianalisis. Data-data ini begitu besar, sehingga setelah fitur-fitur vital data ini diekstrak terlebih dahulu, fitur-fitur data tersebut kemudian akan dikirim ke pusat operasi di darat untuk selanjutnya dianalisis secara otomatis untuk memonitor performa mesin dan kinerja komponen-komponen mesin.
Pada akhir tahun 2018, Rolls-Royce telah menerima lebih dari 70 triliun poin-poin data dari operasional dan servisnya setiap tahun7. Untuk mengatasi tantangan big data tersebut, perusahaan ini perlu mendirikan sebuah unit khusus yang bernama R2 Data Labs. Unit ini menggunakan sistem komputasi modern dan sistem kecerdasan buatan untuk membantu menganalisis big data tersebut. Selain untuk EHM, olahan dari data-data ini juga digunakan untuk meningkatkan sistem desain mesin masa depan, produksi cerdas dan untuk operasional yang efisien, dan tentu saja untuk meningkatkan layanan ke konsumen mereka, yaitu maskapai-maskapai penerbangan.
Selain big data yang diperoleh dari sensor-sensor yang terintegrasi di mesin pesawat, data-data teknis lainnya juga diperoleh dari sensor-sensor yang terpasang di struktur pesawat itu sendiri, data-data dari pemeliharaan sebelumnya, rute penerbangan, ketersediaan teknisi pesawat dan komponen-komponen cadangan di bengkel pesawat dan lain-lain. Big data ini secara umum telah dimanfaatkan oleh manufaktur pesawat terbang untuk membantu kliennya (maskapai penerbangan) dari aspek bisnis dan teknis. Sebagai contoh, Boeing telah menerapkan konsep Aircraft Health Management (AHM)8. Sistem ini menggunakan sumber big data tersebut untuk kepentingan optimasi pemeliharaan dan perbaikan sehingga mengurangi penundaan, pengalihan, atau pembatalan penerbangan. Sistem ini mengumpulkan big data secara berkala dan kemudian ditransmisikan ke kantor pusat, untuk selanjutnya diolah lagi menjadi informasi-informasi penting untuk tujuan pemeliharaan dan perbaikan.
Selain dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, big data untuk industri penerbangan juga banyak berperan penting dalam berbagai aspek-aspek lainnya seperti manajemen risiko, transformasi digital sampai dengan peningkatan kenyamanan penumpang dan konsumen. Tahun 2020 menjadi tahun paling kelabu bagi industri penerbangan disebabkan wabah coronavirus (Covid-19) yang telah dideklarasikan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO). Banyak maskapai-maskapai penerbangan yang bangkrut atau mengalami kerugian yang sangat besar, sehingga harus mengistirahatkan pesawat-pesawatnya dan merumahkan karyawan-karyawannya karena imbas dari pandemi global ini. Apa dan bagaimana peran big data dalam memulihkan industri penerbangan selama dan setelah masa pandemi ini? Kita tunggu pembahasan selanjutnya!
Referensi
1 Kim, S., 2016. Forecasting short-term air passenger demand using big data from search engine queries. Automation in Construction, 70, pp.98-108.
2 https://www.iata.org/en/iata-repository/publications/economic-reports/airline-fuel-labourcosts/
3 https://www.ge.com/news/reports/big-data-industrial-internet-can-help-southwest-save-100-million-fuel
4 https://blogs.sap.com/2015/01/20/why-airlines-need-to-keep-planes-in-the-air/
5 https://www.avm-mag.com/big-data-takes-off-flight-just-beginning/
6 https://www.rolls-royce.com/media/press-releases/2018/16-07-2018-rr-intelligentengine-vision-makes-rapid-progress.aspx
7 https://www.rolls-royce.com/media/press-releases/2018/06-02-2018-rr-intelligentengine-driven-by-data.aspx
8 https://www.boeing.com/commercial/aeromagazine/articles/qtr_3_07/AERO_Q307_article4.pdf
Tentang Penulis:
Martha Arbayani Zaidan, adalah anggota KIPMI yang sekarang bertindak sebagai salah satu “Associate Editor” untuk “Journal of Communications in Science and Technology” (CST), sebuah jurnal berskala internasional besutan KIPMI. Pekerjaaan beliau sekarang adalah “Research Associate Professor” di “Nanjing University” (China) dan juga “Researcher” di “Helsinki University” (Finlandia). Riset-riset yang beliau geluti sekarang adalah berkaitan dengan penggunaaan teknologi “big data” dan kecerdasan buatan (“artificial intelligence”) untuk sistem monitoring lingkungan, mekanikal dan elektrikal, dan juga sistem kontrol. Pembahasan artikel ini berkaitan dengan motivasi dari penelitian tesis doktoral beliau dalam pengembangan algoritma-algoritma cerdas untuk sistem monitoring mesin pesawat terbang. Riset beliau selama penelitian doktor didanai oleh Rolls-Royce plc., sebuah perusahaan manufaktur mesin pesawat asal Inggris. Profil lengkap beliau bisa dilihat di: www.marthazaidan.com.
Menempuh pendidikan S1 Teknik Kendali Universitas Trisakti (Jakarta). Kemudian melanjutkan program pre master di University of Newcastle (UK), dan program master di University of Sheffield (UK) program studi Teknik Kendali. Dan menyelesaikan program doktoral di University of Sheffield di bidang teknik sistem dan kendali otomatis. Sekarang bekerja sebagai research associate professor di Nanjing University (Cina) dan juga peneliti di Helsinki University (Finlandia).