Teknologi Kecerdasan Buatan dan Aplikasinya di Bidang Kedokteran

Masih ingat film Knight Rider di era tahun 90-an? Di film tersebut, sebuah mobil sport canggih bernama KITT (Knight Industries Two Thousands) digambarkan memiliki kemampuan dapat berkomunikasi dengan manusia dan dengan dukungan supercomputer di dalamnya bisa melakukan pemrosesan data yang besar dan sangat cepat sehingga mampu membantu pemiliknya untuk mengatasi masalah. Pada jaman itu, teknologi yang digambarkan belum terwujud namun sudah ada bayangan bahwa akan terwujud suatu saat nanti.  Namun kurang dari 30 tahun kemudian, dengan dukungan perkembangan teknologi yang Allah mudahkan bagi hamba-hamba-Nya, semua hal yang awalnya hanya impian dan bahkan dianggap sesuatu yang tidak mungkin kini mulai menjadi kenyataan. Teknologi smartphone dan perangkat aplikasi pendukungnya, yang sudah umum dapat dinikmati oleh hampir semua orang, memiliki aplikasi yang mampu mengenali suara dan berinteraksi dengan penggunanya. Dengan aplikasi seperti Google Assistant (Google), Siri (Apple), Alexa (Amazon) ataupun Bixby (Samsung), seseorang dapat berkomunikasi dengan perangkat pintarnya dan mengutarakan secara lisan apa yang ingin ia ketahui, kemudian informasi seputar pertanyaan tersebut akan dijawab oleh perangkat tersebut (secara lisan) ataupun dengan menyediakan informasi dari sumber-sumber yang dapat diakses oleh penggunanya.

Semua itu diawali dengan perkembangan teknologi yang bernama kecerdasan buatan (artificial intelligence).  Seperti halnya sunatullah yang lain, segala sesuatu di dunia yang fana ini ada permulaannya dan suatu saat akan ada akhirnya. Cikal bakal kecerdasan buatan dimulai pada abad ke-17 dengan dibuatnya mesin penghitung digital mekanis pertama dibuat oleh Blaise Pascal.  Kemudian pada abad ke-19, Charles Babbage dan Ada Lovelace mampu memprogram mesin penghitung otomatis.

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan semakin terlihat di tahun 1950-an. John McCarthy dikenal sebagai pencetus konsep kecerdasan buatan (AI) pertama kali yang dipresentasikan dalam Konferensi Dartmouth tahun 1956. Dalam konsep AI, mesin dibuat untuk bisa bekerja dan berperilaku seperti manusia dengan menerapkan prinsip bahwa setiap aspek kecerdasan dapat dipelajari dan diwujudkan dalam suatu sistem.

John McCarthy juga menemukan bahasa pemrograman Lisp yang digunakan sebagai bahasa pemrograman untuk pengembangan robot. Selain itu, McCharty juga mencetuskan ide berbagi jaringan yang kemudian dikembangkan dalam sistem cloud computing. Hal tersebut sangat berguna untuk efisiensi biaya dalam penggunaan teknologi jaringan. Penemuan dan perkembangan teknologi kecerdasan buatan juga didukung oleh Alan Turing yang memperkenalkan “Turing test”, yaitu suatu metode untuk mengoperasionalkan test perilaku cerdas. Selanjutnya, Joseph Weizenbaum membangun ELIZA, sebuah chatterbot yang menerapkan psikoterapi Rogerian.

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan saat ini merambah di hampir semua aspek kehidupan manusia, ditambah lagi dengan perkembangan teknologi Internet of Things (IOT) dimana semuanya dapat terhubung dengan internet. Dengan terkoneksi melalui internet, maka lokasi, aktivitas dan segala sesuatu yang ingin diketahui dari suatu obyek yang terhubung dapat diatur sesuai dengan instruksi yang diinginkan.

Salah satu aplikasi teknologi kecerdasan buatan adalah adalah dalam bidang kesehatan dan kedokteran. Walaupun saat ini pada umumnya masih dalam tahap pengembangan, tetapi bukan mustahil teknologi AI untuk mendukung teknik biomedis akan mapan dan matang (well-established) dalam 20 tahun ke depan.  Ada beberapa aplikasi berbasis kecerdasan buatan yang mendukung bidang ini diantaranya:

  1. Sistem pakar

Dalam kecerdasan buatan, sistem pakar adalah sistem berbasis komputer yang mengadopsi kemampuan pengambilan keputusan seorang ahli manusia. Dalam bidang kedokteran telah dikembangkan banyak sistem seperti ini, diantaranya CaDet (A Computer-Based Clinical Decision Support System for Early Cancer Detection).  CaDet dikembangkan untuk mendeteksi dini kanker berdasarkan data klinis dan epidemiologi yang terkait dengan deteksi dini kanker dan faktor risiko kanker yang dikumpulkan dari literatur dan digabungkan dalam database, disertai dengan aturan heuristik untuk mengevaluasi data ini.

  1. Pengolahan citra

Pengolahan citra sangat penting untuk membantu dokter melakukan monitoring dan perawatan kesehatan karena metode pendeteksian penyakit berdasarkan analisis dan diagnosis dari citra dari peralatan pencitraan seperti Sinar X, Ultrasound, CT-Scan, MRI, dan kamera fundus. Sistem berbasis AI mampu memperbaiki kualitas citra dan mengadopsi kemampuan dokter pakar untuk menganalisis citra guna mendeteksi kelainan yang teramati seperti mendeteksi keberadaan sel tumor sehingga sangat berguna dalam deteksi dini suatu penyakit. Salah satu contoh sistem yang berbasis AI untuk pengolahan citra medis adalah RADR (Rapid Assessment of Diabetic Retinopathy). Sistem RADR ini mampu menganalisis citra retina yang diperoleh menggunakan suatu peralatan yang disebut kamera fundus untuk menentukan apakah seorang pasien penderita diabetes perlu mendapatkan rujukan untuk perawatan komplikasi diabetes pada retina.

  1. Aplikasi kesehatan

Ada berbagai aplikasi kesehatan di smartphone yang menggunakan AI. Ada yang mempelajari data saat anda beraktivitas, mengajukan pertanyaan cerdas untuk membantu anda merasa lebih baik dan mengendalikan kesehatan anda. Dengan dukungan smartwatch yang berfungsi sebagai sensor dan mampu merekam pola hidup dan kondisi organ vital, aplikasi dalam smartphone mampu memprediksi dini suatu penyakit berdasarkan gejala awal dan kelainan yang terdeteksi. Salah satu contoh aplikasi pendukung kesehatan adalah iCare Health Monitor. Aplikasi ini memanfaatkan kamera dan blitz dari smartphone sebagai sensor untuk menangkap informasi dari beberapa organ vital, seperti tekanan darah, detak jantung, kapasitas paru dan detak pernapasan serta tingkat oksigen dalam darah untuk menetukan tingkat kesehatan dan kondisi emosi dari penggunanya.

  1. Robot bedah

Ini adalah penemuan yang tidak kalah menarik dan revolusioner karena dapat mengubah metode operasi sepenuhnya dengan robot yang belajar dari kesalahan mereka.  Robot bedah ini memiliki presisi tinggi dan tidak terpengaruh dengan faktor kelelahan ataupun emosi yang mungkin terjadi pada manusia.  Robot bedah atau biorobotics juga digunakan untuk membantu operasi yang memungkinkan ahli bedah bekerja lebih tepat dan kurang invasif. Misalnya, robot endoskopik di ujung probe dapat mengeluarkan polip selama kolonoskopi. Alat mekanis membantu ahli bedah memanipulasi robot di tempat yang sangat sempit.

Selain itu, dengan teknologi robot bedah yang digabungkan dengan Internet of Things, suatu operasi dapat dijalankan dari tempat yang jauh (teleoperation) terutama untuk mengatasi ketersediaan tenaga ahli terutama di daerah terpencil.

Walaupun saat ini sebagian teknologi tersebut masih dalam tahap pengembangan dan mungkin masih diperlukan penelitian dan pengujian lebih lanjut, arah menuju ke sana sudah mulai terlihat jelas. Jika generasi kita mungkin tidak sempat menikmati kemapanan dari teknologi itu, setidaknya apa yang kita lakukan saat ini akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi generasi berikutnya dalam mengembangkan teknologi yang lebih baik. Teknologi yang ada sekarang adalah yang terbaik saat ini namun belum tentu menjadi yang terbaik untuk masa berikutnya, karena di atas langit masih ada langit.

Penulis:

Hanung Adi Nugroho memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Indonesia pada tahun 2001 dan memperoleh gelar Master of Engineering (ME) di teknik biomedis dari University of Queensland (UQ), Australia pada tahun 2005. Pada tahun 2012, dia memperoleh gelar PhD di bidang teknik elektro dan elektronika dari Universiti Teknologi Petronas (UTP), Malaysia. Ia mulai bergabung sebagai staf pengajar di Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2002 sampai sekarang. Saat menempuh kuliah PhD, ia menjadi asisten penelitian di Universiti Teknologi Petronas (UTP) dari tahun 2008 sampai 2010. Saat ini, dia adalah Lektor dan juga Sekretaris Departemen di Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM). Minat penelitiannya saat ini meliputi pemrosesan dana analisis sinyal dan citra biomedis, visi komputer, instrumentasi medis dan pengenalan pola.

 

 

 

 

Similar Posts

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *